Simfoni Bunga Rumput 10

0
115
Simfoni Bunga Rumput Bag 10

Ingin baca novel ini secara lengkap? Silakan klik NOVEL SIMFONI BUNGA RUMPUT

Suasana makan siang di tenda itu terasa bisu. Kali ini kelompok lengkap sejumlah lima orang. Untuk pertama kali sejak Pomaru mereka bisa berkumpul. Harusnya Kin bahagia. Sayangnya, alih-alih saling menyapa, masing-masing serasa tengah membangun dunianya sendiri. Ada tapi tiada. Bertemu, tapi jiwa tengah berkelana entah kemana. Angel menekuri kotak makanannya dengan acuh tak acuh, Clarissa dengan tampang cemberut khasnya duduk memeluk lutut, matanya mengarah ke bawah. Liza dengan tatapan sayunya seperti telah kehilangan daya. Tracy diam mematung, mengunci mulut rapat-rapat, sementara Tika tampak gelisah. Sesekali ia melirik ke arah Tracy yang tampak menghindarinya, namun yang dilirik tak juga tak menanggapi.

“Kok pada kelihatan bete, sih?” Kin mencoba memecah suasana. Seperti yang dia duga, tak ada yang menjawab pertanyaannya. Sampai makan siang selesai dan peluit tanda berkumpul kembali terdengar, tak ada yang mau berkomentar. Namun, peluit telah menyadarkan mereka untuk tidak lagi berontak terhadap aturan. Mungkin mereka sudah lelah menjadi anak bandel. Kini mereka bangkit, meraih atributnya masing-masing, bergegas untuk berkumpul di lapangan. Hanya Tracy yang masih memaku dirinya di tempat duduk. Dia tampak sangat gelisah.

“Cy, nggak ikutan kumpul?” tanya Kin.

Ia menggeleng. “Kepalaku sakit, Kak!

“Bagaimana rasanya?”

“Berdenyut-denyut. Kakak punya obat sakit kepala?”

“Oh, ada di tenda P3K. Aku ambilin sebentar, ya?”

“Boleh ikutan? Aku pengin berbaring-baring sesaat, tapi jangan di sini. Di tenda panitia aja, ya?”

Kinanti mengerutkan kening, tetapi kemudian mengangguk, disambut senyum di bibir Tracy yang membuat Kin takjub. Selama beberapa minggu mengenal Tracy, baru pernah ia melihat ia tersenyum begitu manis. Hmm … kalau nggak jutek, kecantikannya benar-benar terlihat mengagumkan. Pelan Kin meraih bahu Tracy, merangkulnya. Kin lega. Tracy tidak menepis lengannya.

Tenda P3K sepi, hanya ada Gea, seorang panitia yang langsung kabur begitu Kin datang, mau mandi katanya.

“Tolong Lo jagain tenda sekalian, ya, Kin. Kali aja ada yang sakit lagi. Sorry, gue nggak tahu teman-teman P3K lainnya pada kemana. Mungkin tepar kecapekan di tenda besar panitia.”

Wah, itu sih asas manfaat namanya, Kin membatin. Tetapi Kin tidak mau ambil pusing. Lagipula, ia cukup paham kok, ilmu-ilmu pengobatan sederhana. Saat masih di SMP dan SMA di sangat aktif di PMR dan Pramuka.

“Kamu terbiasa pakai apa kalau sakit kepala?” tanya Kin sambil mengaduk-aduk kotak obat. “Antalgin aja, ya?”

“Ya, Kak!”

Ucapan ‘kak’ itu terdengar begitu merdu di telinganya. Duh!

“Kak…!”

“Ya?”

“Sebenarnya aku cuma pengin ngomong sama kamu.”

“O, ya?” Kin menoleh ke arah model cantik itu. Sesaat ia mengagumi keindahan paras makhluk ciptaan Allah yang satu itu. Ditatap oleh Kin, Tracy tampak gugup dan gelisah. Matanya menatap takut-takut.

“Hei … kamu ini kenapa sih, Cy?”

“Ngg … sebenarnya, ini sebuah rahasia besar.”

Kin tertegun.

What?”

“Tika, Kak! Gue mulai takut sama dia ….”

Why?”

“Dia itu … lesbong!”

“Heh?!” Kin mengangkat sepasang alisnya. “Yang bener ….”

“Suer … aku nggak bohong!”

“Cy, menceritakan sesuatu yang tidak benar itu bisa menciptakan sebuah fitnah lho. Dan fitnah itu bisa lebih keji dari pembunuhan,” ujar Kin, tajam.

“Kak … aku nggak bohong. Suer!”

“Kau bilang … ngg … Tika itu lesbi?”

“Iya Kak!” Tracy mengangguk kuat-kuat.

“Tetapi dia kan ….”

“Suka gonta-ganti cowok? Kak, sebenarnya sikap itu hanya merupakan pelampiasan ketakutan dia atas ketidaknormalannya. Semula, gue juga nggak nyadar. Tetapi, pengakuannya tadi pagi … benar-benar membuat gue sangat ketakutan. Dia … dia ngaku ke gue, kalau dia… jatuh cinta sama gue….”

Kin merasakan kepalanya semakin berat. Tika, playgirl itu… ternyata lesbian. Masya Allah…. Mudah-mudahan Tracy hanya berbohong. Tetapi, apa maksud Tracy jika ia memang berbohong? Buat apa?

“Sekarang, gue benar-benar ketakutan.” Tracy menggigit bibirnya yang indah. Hm, model yang sedang naik daun ini memang cantik. Bukan hanya para lelaki yang tergila-gila padanya. Lesbong juga….

“Tadinya, gue nganggap dia sahabat terbaik gue. Tapi, gara-gara pengakuan tadi, entah mengapa, gue jadi benci banget sama dia,” desah Tracy lagi. “Gue merasa, seakan-akan dia itu akan menerkam gue saat gue lagi lengah. Kak, denger-denger orang yang lesbi itu sangat posesif, ya? Kalau sudah jatuh cinta, biasanya sulit untuk menghentikannya, iya nggak sih?”

Kinanti berpikir sejenak. “Aku nggak tahu, Cy. Seumur hidup, belum pernah ketemu sama orang lesbi.”

“Duh, gimana dong, nasib gue! Nggak enak kan, hidup dikejar-kejar lesbi.”

“Kalau menurutku sih, tenang saja, Cy… perlakukan dia seperti biasa saja. Bagaimanapun, dia pasti tersiksa dengan ketidaknormalan yang dia miliki. Buktinya, dia jadi bertingkah error seperti itu, dengan menjadi playgirl… gonta-ganti cowok dan sebagainya. Itu sebenarnya kan mekanisme mempertahankan diri dia. Dia mungkin berpikir, siapa tahu dengan sikapnya itu, ia bisa benar-benar jatuh cinta sama cowok, dan penyakitnya itu akan sembuh. Sebenarnya, justru dia yang harus dikasihani, kan?”

“Iya juga sih, Kak?” Tracy tercenung sesaat. “Sebenarnya sih, gue sudah cukup terbiasa gaul sama orang-orang gak normal seperti itu. Tetapi biasanya para gay. Para pengarah gaya, desainer dan cowok-cowok model itu, ada… banyak malah, yang homo. Tetapi kalau lesbi… hiyy! Baru kali ini.”

“Bersikap biasa saja, Cy!” saran Kinanti. “Mungkin, kamu malah punya kesempatan lebih buat ngedukung dia sembuh dari penyakitnya.”

“Sulit, Teh… eh, boleh ya, aku panggil kakak ‘Teteh’?”

“Oh, boleh.”

“Aku nggak yakin bisa.”

“Kamu harus mencoba, oke?” Kinanti menyodorkan sebutir antalgin di tangannya. “Sekarang, kau minum dulu obatnya.”

“Eh, Sorry Teh… gue Cuma pura-pura sakit kepala kok, biar Tika nggak curiga kalau lihat gue ngobrol sama Teteh.”

Kinanti angkat bahu, lalu tersenyum kecil. Dasar Tracy! Tetapi ia merasa gembira, di luar dugaan, gadis model yang tadinya ia anggap ‘tak terjangkau’ itu, kini sudah mulai ‘jinak’ di depannya. Ia sudah mulai menganggap ‘ada’ keberadaannya.

Perkembangan yang cukup menggembirakan.

* * *

Ingin baca novel ini secara lengkap? Silakan klik NOVEL SIMFONI BUNGA RUMPUT

“Bicara apa saja barusan, cewek ember itu sama kamu?!” hardik Tika tiba-tiba. Mengagetkan Kinanti yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tak ada orang di tempat itu selain mereka berdua.

“Eh, Tika….” Kinanti mencoba bersikap tenang dengan mengembangkan senyum manisnya. “Mau mandi, ya? Bukannya ini belum masuk jadwal MCK. Kalau saya… kebetulan sejak pagi memang belum mandi.”

“Gue cuma pengin tahu, Tracy tadi nyerocos apa saja sama Lo?”

“Bahasa kamu kok kasar sih, Tika?”

“Itu bukan urusan kamu!” mata Tika yang biasanya centil, kini mendadak bersinar garang. Namun tampak ada luka menganga di sana. Terlihat sangat jelas. Apa sebenarnya yang telah terjadi padanya? Apakah ada suatu hal sangat berat yang akhirnya membentuk dia menjadi seperti itu? Betulkah ia itu… lesbi?

“Tracy cuma mengeluh sakit kepala. Terus minta obat. Itu saja.”

“Bohong!”

“Tik… kamu ini apa-apaan sih? Emang menurut kamu, Tracy ngomongin apa sama aku? Kalian lagi ada masalah, ya?” elak Kin, licin.

“Sekali lagi, ini bukan urusan kamu!”

“Terus, kenapa kamu pakai tanya-tanya saya segala?” Apa sih, mau anak ini? Batin Kin, kesal.

“Benar, Tracy nggak ngomong apa-apa sama Lo tentang gue?”

Kin angkat bahu, tidak mengiyakan, tidak juga membantah.

“Oke, jika kebetulan Tracy ngoceh yang nggak-nggak tentang gue, sebaiknya Lo jangan percaya! Dia itu cewek pendusta, tahu nggak? Mulutnya tak lebih dari ember belaka. Dia memang cantik, sangat cantik malah! Tetapi hatinya busuk! Dia nggak lebih sebagai sampah belaka! So, nggak usah percaya jika orang berhati sampah itu ngomong sesuatu sama kamu, mengerti?”

Kin tak menjawab. Ia hanya menatap wajah Tika, tajam. Cewek itu sesaat tampak gelagapan.

“Dan ingat,” ujarnya seraya mengalihkan pandang, mencoba menyembunyikan kegugupannya, “jangan coba-coba dekat sama Tracy jika kamu nggak ingin mendapat celaka!”

“Wah, memang ada apa dengan Tracy? Kok tampaknya, bahaya banget berdekatan sama dia. Emang dia itu macan yang suka nerkam orang? Atau nenek sihir yang bisa mengubah wajah cantik cinderela jadi Mak Lampir?” canda Kinanti seraya melempar senyum santai, mencoba memecah suasana yang terasa kaku. Namun wajah Tika tetap kelihatan tegang.

“Sekali lagi, jangan dekati Tracy! Ingat itu?”

Tika berbalik, dan melangkah pergi dengan tergesa. Kinanti mengangkat sepasang alisnya, takjub. Cemburu…? Mungkin saja! Ah, tidak disangka, perkembangan kasus bunga-bunga liar itu ternyata semakin rumit… dan juga menantang. Tetapi, tampaknya ia tak perlu berharap terlalu banyak.

BERSAMBUNG KE BAGIAN SEBELAS.

CATATAN PENULIS:

Novel “Simfoni Bunga Rumput” ditulis pada tahun 2005 dan pernah terbit sebagai buku di FBA Press. Penayangan di website ini setelah melewati proses rewrite dengan penambahan bab-bab baru. Karena ditulis tahun 2005, setting novel ini tentu sangat berbeda dengan Jakarta saat ini. Ingin baca novel ini secara lengkap? Silakan klik NOVEL SIMFONI BUNGA RUMPUT


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here