Masjid di Tengah Perumahan
aura masjid ini terdengar berdesingan
mengharu dinding-dinding hingga lembar papan
ada percakapan tertulis di situ, sebisik angin memerdu
selempit gerutuan, bagaimana seorang perempuan harus
melebarkan selembar struk catatan gajian
anak-anak belum melunasi gedung sekolahan
wali kelas secara halus menyemburatkan tagihan
iuran masjid harus diikhlaskan – tetapi hati masih bertiupan
Tuhan, berilah aku sepenggal jalan, jalan benderang
desakan kebutuhan yang membangunkan pagi
masih menyisakan dana untuk masjid sederhana kami
Segerakan kami memiliki pengeras suara untuk
memanggil puluhan warga bermuara ke rumah-Mu juga
Semarang, 2022
Masjid Kauman
seperti masjid-masjid di seberang kota
selalu terbayang barisan pedagang berebut muara
hentikan sejenak celoteh mulutmu, hitungan transaksi yang
menggebu-gebu
tak henti-henti – kami pun mengingatkan timbangan njomplang
yang mungkin kurang kamu perhitungkan
di musim riuh persaingan
mari berjamaah di sini, lupakan lapak daganganmu
tak usah khawatir ada orang jahil menyerbu
pembantumu sudah kampiun bersilat lidah melawan gundah
rapatkan sujudmu pada sajadah, rapat melekat
jangan terseret hitungan untung rugi yang menyeret sekarat
aku tersenyum, para pedagang berseliweran melangkah
membelah jalan menuju gemericik wudu
antre satu-satu. Seseorang yang matanya mengedip ke arah surga
sigap bertanya: Bagaimana kalau tempat wudu diluaskan
agar jalan ke surga dilapangkan
Dia pun kembali menadahkan doa
sayup-sayup bisik Tuhan mesra menjawabnya
Surau Ini Suatu Saat Akan Menjadi Masjid
setelah menembus cakaran hujan, tebaran debu
dan liuk sambat haus keringatmu
kita sampai di halaman surau bisu
papan kayu murah merintih mengeliat patah
rayap merambat menghapus jejak ukiran surau yang bermotif kacau
semua akan bergilir habis terkikis
tampilkan, tampilkan desa kita seseorang berpikiran dewasa
menggandeng senyum ikhlas modin di segenap musim
tokoh-tokoh lain yang tersebar di perantauan, pulanglah
sisihkan batu, bata, semen, cat dan mata para tukang mengeliat
merombak surau kita menjadi masjid sederhana
mengajak gembira jamaah berebut bersama
mengumandangkan asma-Nya saat gerimis hari masih buta
surau ini sudah menggoda benak para mahasiswa
yang KKN menyusup ke denyut-denyut pematang religius desa
mereka lebih fasih membaca
ketimbang kita yang tiba-tiba merasa sia-sia
menumpahkan keringat tanpa ada aroma alif ba ta.
Wonogiri, 2022
Mardi Marbot Masjid Kami
jagalah masjid ini Mardi, kami tak bisa
sepanjang waktu menjadi kokoh pagar dungu
barangkali ada gonggong anjing dan riuh kucing
menerobos mimpi-mimpi malammu
Keran air sudah kamu matikan? Lampu besar sudah
kamu gantikan?
Mereka, benda-benda kekayaan kita akan menjagamu, Mardi
Besuk hari Jumat Mardi, bangun pagi mengepel lantai dan
membersihkan kotak amal yang mengelupas lunglai
para jamaah sudah menyisihkan rupiah
yang dirambati hikmah
bisa untuk mengongkosi Lek Di yang
menyapu halaman dari dingin dini
tersenyumlah Mardi, aura masjid makin berseri
tak selusuh getar laba-laba sebelum kamu bermukim di sini
sandal-sandal sumbangan berjajar bergiliran
serasa etalase toko tempo hari
Semarang, 2022
Aku Merindu Masjid yang Penuh Bungkusan
masjid kita yang jauh dari hiruk pikuk kota
tak ada aroma mahasiswa dan tukang ojek berkelana
anak-anak berbaris dari keluarga muda
kemarin masjid kota terasa sesak
sandal-sandal bertebaran menyeruak
pemiliknya lupa lantaran lebih menerbangkan rasa suka
memburu nasi bungkus dalam gelinjang keranjang rasa
tatkala, ratusan nasi bungkus sudah terbagi
aku mencicipi sebungkus nasi aroma istimewa
gurih keikhlasan para dermawan kunikmati pelan-pelan
bersama nasi pulen dan kepul lauk yang mendesak menindih
mengusir sambat perih
Semarang, 2022
______________
Budi Wahyono, lahir di kota Wonogiri. Tulisannya tersebar di banyak media, baik berupa puisi, cerpen, novelet, esai, kolom, resensi, humor, dan laporan. Beberapa kali menang lomba menulis puisi tingkat lokal maupun nasional. Menulis juga dalam bentuk sastra Jawa. “Segar Keringat Melimpah Berkah” (Triken Publisher, 2020), dan “Musim Salju Wonogirimu” (Cipta Prima Nusantara, 2022) merupakan buku kumpulan puisi tunggalnya. Bermukim di pinggiran kota Semarang 50195.