Terjebak Cinta Sementara

0
86

“Fabiayyi ala irabbikuma tukadzdziban..”
{“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S Ar-Rahman : 13)}

Keindahan ayat-ayat suci Al-Qur’an membuat siapa saja yang membaca dan mendengar akan merasa takjub. Sungguh banyak nikmat yang Allah berikan pada hamba-Nya, termasuk nikmat beasiswa yang diperoleh oleh Najwa. Ia sangat bersyukur bisa kuliah di perguruan tinggi ternama di kotanya. Kuliah sambil menghafal Al-Qur’an, kegiatan inilah yang sekarang dilakoni Najwa selama dua tahun terakhir ini.

“Belajarnya yang rajin ya, semangat terus. InsyaAllah kamu termasuk orang yang sukses”

Ucapan ayah Najwa selalu terngiang di kepalanya, membuatnya tersadar ketika sedang bermalas-malasan. Harapan orang tua padanya sangat besar, ingin melihat anak semata wayangnya sukses di masa depan.
Namun, terlihat belakangan ini Najwa sering melamun, tidak fokus dan lebih pendiam.

“Najwa, kamu kenapa? Kok bengong?” tegur Nabila teman sekamarnya di asrama.
Najwa termenung memikirkan hal yang telah mengganggu pikirannya.
“Gak apa-apa, Bil. Cuma teringat sama ayah ibu di kampung.” sahut Najwa.
“Ooh… insyaAllah mereka baik-baik aja di sana.” sambung Nabila meyakinkan Najwa yang terlihat sedikit khawatir.
“Iyaa…

Ada kekhawatiran melanda hati Najwa. Pikirannya kacau. Ada sesuatu yang membuatnya tidak fokus belajar, membuatnya jarang murojaah, juga membuatnya merasa bersalah. Sudah lama ia merahasiakan hal ini dari teman seperjuangannya itu.

“Nabila?” panggil Najwa mencoba mulai berbagi cerita pada teman baiknya itu. Berharap dengan bercerita pada temannya itu dapat mengurangi kusutnya pikiran.

“Iya, ada apa, Wa?” sahut Nabila dengan senyum manis seperti madu. Nabila yang dikenal perempuan periang, suka menolong serta bijaksana dalam menyikapi masalah.

“Aku mau curhat. Tapi kamu jangan cerita ke siapapun ya?” Najwa gugup, menurutnya hal ini hanya orang-orang yang benar-benar bisa menjaga kerahasiaan saja yang boleh mengetahui kisah hidupnya. Ia yakin kalau Nabila orang yang tepat untuknya berbagi kisah dan meminta solusi dari permasalahannya.

“Iya silakan, Wa.” sahut Nabila.

“Sebenarnya dalam beberapa bulan terakhir ini, aku dekat sama seseorang, namanya Alfiannor Rahman, mahasiswa lokal D, Bil. Tahu kan?”
Najwa memulai kisah, Nabila mendengarkan dengan seksama, sambil manggut-manggut.

“Berawal ia sering curhat ke aku via chat WhatsApp. Keasyikan chattingan tiap hari, aku jadi baper. Eh ternyata ia juga ngungkapin hal yang sama. Ya udah deh, sama-sama punya perasaan satu sama lain. Yang jadi masalahnya, aku takut hal kayak gitu termasuk dalam dosa, Bil. Sama aja kan kayak pacaran? Cuma gak pernah ketemu-ketemuan sih, yaa bisa dibilang pacaran online. Aku merasa beda banget dari sebelum aku kenal dia. Dulu aku rajin belajar, rajin murojaah. Semenjak dekat sama si Alfi, aku sering malas-malasan, sering bergadang karena chattingan sampai larut malam. Apa ini tanda ya, Bil, kalau Allah murka padaku?”
Najwa cerita panjang lebar dengan perasaan takut. Panas dingin sekujur tubuhnya. Nabila menatap tajam terhadapnya.
Nabila mengerutkan keningnya. Lalu berucap,
“Kalau saranku, kamu dekatin lagi diri sama Allah, minta petunjuk-Nya. Berprasangka baiklah sama Allah. InsyaAllah DIA akan kembalikan semangatmu dalam belajar, ibadah dan lain-lain. Juga jangan lupa taubat, Najwa! Itu kamu hampir terjerumus dalam cinta sesaat, cinta yang tidak membawa manfaat, malah membawamu ke gudang maksiat.”

Ucapan Nabila tertancap kuat di hati Najwa, bagai anak panah tepat pada sasarannya. Najwa mendapat siraman kalbu darinya.

“MasyaAllah, Nabila… Ya Allah, Astaghfirullahal ‘azhim.. Astaghfirullah..” ucap Najwa beristighfar. Ia terharu mendengar ucapan Nabila yang begitu menyentuh hati. Najwa tersadar kalau ia memang sudah dibutakan oleh cinta manusia. Ucapan Nabila yang sarat akan makna, membuatnya berniat tidak akan lagi melakukan hubungan dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan suci pernikahan. Juga, tidak akan menaruh cinta pada laki-laki kecuali sudah sah terlaksananya ijab kabul.

Matahari telah tenggelam, tanda hari berganti jadi malam. Kebiasaan chattingan dengan Alfi, Najwa coba tinggalkan. Ia harus fokus kembali ke tujuan awalnya ingin membahagiakan kedua orangtua dengan suksesnya ia di masa depan.

Jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari, Najwa terbangun dari tidurnya. Ia mengendap-endap agar tidak mengganggu tidurnya Nabila. Ia ambil air wudhu, lalu melaksanakan sholat malam.
Dengan khusyuk ia berdoa:
“Ya Allah, ya Tuhanku, ampunilah segala dosaku, karuniakan dalam diriku semangat menuntut ilmu. Jangan biarkan diri ini larut dalam hal yang tidak ada manfaatnya untuk akhiratku. Ya Allah Sang Maha Cinta, kepada-Mu hamba meminta, berikan petunjuk kepada diri ini yang hina. Ya Allah, jangan biarkan hamba larut dalam cinta yang salah, cinta sementara yang tiada faedah, cinta yang tidak didasari oleh keimanan kepada Allah dan Rasulullah.
Ya Rabb, jika memang ia baik untukku dan agamaku, mudahkan kami bersatu. Jauhkan kami dari hal-hal yang tidak Engkau ridho. Namun, jika ia tidak baik untuk hamba, ikhlaskan hati ini untuk tidak mendamba, biarkan ia pergi bagai air mengalir menuju muara. Ya Rabb, kepada-Mu lah aku berserah, kepada-Mu juga tanganku menadah.”
Usai sholat, hati dan pikiran Najwa mulai tenang. Ia merasa segala beban sudah terlepas dari pundaknya. Gegas ia ambil handphone nya, lalu mengirim chat ke Alfi.
[Mohon maaf sebelumnya mengganggu waktu malamnya, tapi ini harus aku sampaikan demi kebaikan bersama. Jangan pernah hubungi aku lagi ya, aku mau fokus kuliah dan menghafal Al-Qur’an. Anggap saja kita tidak pernah kenal satu sama lain. Mohon pengertiannya dan mohon maaf atas segala kesalahan. Terimakasih] Tanpa menunggu balasan, Najwa langsung menghapus chat tersebut, juga menghapus kontak Alfi di handphone nya.

Hari-hari Najwa lalui tanpa ada chattingan lagi dengan Alfi. Ia benar-benar menghindarinya. Dengan semangat ia kembali merutinkan menambah hafalan Al-Qur’an dan murojaahnya. Juga belajar dengan giat untuk bisa membahagiakan orangtuanya.

“Terimakasih banyak ya, Nabila, atas nasihatnya kemarin. Alhamdulillah aku sekarang bisa lebih fokus dengan tujuanku datang ke sini.” ucap Najwa.

“Sama-sama, Najwa. Kita memang harus saling mengingatkan.” sahut Nabila.

“Iya Bil, sekali lagi terimakasih banyak yaa..” timpal Najwa.

“Iya Najwa sayang” sahut Nabila dengan penuh senyuman.
“Oh ya, Najwa, maaf nih aku nanya ini. Hemm ini kan udah berjalan beberapa hari setelah kamu memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan Alfi, ada gak Alfi mencoba menghubungi kamu lagi?” tanya Nabila.
“Gak ada, Bil. Aku juga tidak terlalu berharap dihubunginya lagi. Semuanya sudah ku serahkan pada Allah, aku yakin suatu saat nanti akan ada lelaki baik yang akan datang dengan cara yang baik, menemui orangtua dan langsung melamar, tidak mengumbar janji dan rayuan belaka.” sahut Najwa dengan penuh keyakinan.
“Betul banget, Wa. Aku juga menanamkan dalam hati kayak gitu. Yakin dan husnuzhon aja terus sama Allah. Pasti Allah berikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Ya kan?”
“Iyaa..aamiin”
Senyum bahagia menyertai dua perempuan sejoli itu.
Tidak ada cinta yang lebih indah melainkan cinta yang dilandasi dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Tamat.

Kamus:
Murojaah: mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an
Husnuzhon: sangka baik

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here