Amanah Menjaga Adik

0
152

Sepulang dari sekolah, Raihan berniat hendak ke rumah Zainal untuk belajar kelompok. Dia sedikit terburu-buru, karena ada tugas dari Bu Guru yang harus dikumpulkan esok hari. Ketika akan meninggalkan rumah, tiba-tiba ibu memanggilnya.

“Han, Raihan … kemarilah, Nak!”

“Ya, Bu!” jawab Raihan seketika.

“Tolong jaga adikmu sebentar, ya? Ibu mau pergi ke warung. Kebetulan susu untuk adikmu sudah habis.”

“Tapi, Bu …,” Raihan terlihat sangat keberatan.

“Ada apa, Raihan?”

“Emmm … tidak apa-apa, Bu. Baiklah, Raihan akan menjaga adik dengan baik selama Ibu pergi ke warung!” jawab Raihan berbohong. Padahal, sebetulnya dia ingin menolak, tetapi diurungkanlah niatnya itu.

“Nah … anak pintar. Jaga adikmu dengan benar. Kalau adik rewel, ambil mainannya di dalam kotak mainan seperti biasa, ya!” pesan ibu pada Raihan.

“Baik, Bu!” ucap Raihan seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Assalamu’alaikum!”

“Wa’alaikumsalam, Bu!”

Raihan pun mulai menjaga adiknya setelah ibu keluar rumah. Tetapi tiba-tiba dia teringat dengan janjinya kepada Zainal untuk belajar kelompok. Dia bingung dan cemas. Haruskah dia meninggalkan adiknya sendirian di rumah? Tetapi bukankah ibu sudah memberi amanah untuk menjaga adiknya?

Ibu juga pernah mengatakan di salah satu hadis yang berbunyi:

“Tunaikanlah amanah kepada orang yang menitipkan amanah kepadamu.”

Cukup lama Raihan termenung. Namun, tiba-tiba dia mendapat akal, diambillah kotak mainan dan diletakkan di samping adiknya.

“Adikku sayang, Kak Raihan mau pergi belajar kelompok dulu. Jangan nakal dan jangan menangis, ya? Sebentar lagi ibu pasti pulang,” kata Raihan sambil mengelus-elus kepala adiknya.

Sang adik pun segera larut dengan berbagai macam mainan yang ada di dalam kotak. Baru beberapa langkah Raihan meninggalkan rumah, sang adik mulai merasa bosan. Ia juga menyadari kalau kakaknya tidak ada di sampingnya. Ia terlihat kebingungan dan mencari-cari kakaknya. Ia mulai menangis dan meraung-raung dengan keras.

Di dalam perjalanan menuju ke rumah Zainal, Raihan tidak tahu kalau adiknya menangis dengan hebat. Semua mainan berantakan di sana sini.

“Huaa … huaa …,”

Tak lama, ibu datang. Beliau mendengar adik menangis dari dalam rumah. Benar saja, beliau mendapati adik sudah di depan pintu dengan wajah memerah.

“Assalamu’alaikum. Sayang, ada apa? Di mana Kak Raihan?” Ibu menggendong adik sambil menenangkannya.

Adik menggeleng di sela-sela tangisnya seraya menunjuk pintu. Ibu pun lekas paham, Raihan pasti meninggalkan adiknya begitu saja. Tapi kenapa ia tidak pamit? Biarlah, nanti jika sudah pulang, akan ditanyanya, batin ibu.

Kemudian, ibu segera membuatkan susu untuk adik dengan tujuan agar tangisnya mereda. Tak berselang lama, adik mulai terlelap, begitu juga dengan ibu. Mungkin karena beliau lelah. Keduanya tidur di kasur lipat di depan tv.

Setelah dua jam berlalu, belajar kelompok telah usai. Raihan pun pamit pulang kepada Zainal dan ibunya. Sesampainya di rumah, ia membuka pintu yang tidak terkunci. Matanya langsung tertuju kepada ibu dan adiknya. Pelan-pelan ia melangkah supaya tidak membangunkan mereka. Namun, ternyata ibu sudah bangun dan menanyainya.

“Dari mana saja kamu, Raihan?”

Seketika Raihan kaget dan berbalik badan.

“Assalamu’alaikum, Bu. Emmm … Raihan tadi …,”

“Wa’alaikumsalam. Bukankah ibu memberi amanah padamu untuk menjaga adik?”

“Iya, Bu. Tapi … Raihan dan Zainal belajar kelompok. Ada tugas dari Bu Guru dan harus dikumpulkan esok hari.”

“Nah, kenapa kamu tidak bilang pada ibu?”

“Raihan bingung, Bu. Jika menolak, Raihan takut Ibu akan marah.” Raihan menunduk dengan wajah bersalah.

“Raihan, ibu tidak marah. Hanya saja, seharusnya kamu jujur pada ibu. Amanah dan tanggung jawab itu tidak boleh disepelekan. Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan adik?”

“Iya, Bu. Raihan minta maaf karena belum bisa bertanggung jawab menjaga adik dengan baik.”

“Lain kali jangan diulangi lagi, ya? Ingat, mulailah bertanggung jawab terhadap diri sendiri dari sekarang. Jika sudah bisa bertanggung jawab pada diri sendiri, pasti Raihan bisa bertanggung jawab pada orang lain.”

Raihan menangis dan memeluk ibu dengan sangat erat. Sejak saat itu, dia berjanji akan menjadi anak yang lebih baik lagi dan bertanggung jawab.

*****


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here