Fito Tidak Takut Lagi – Cerita Anak

0
48

Bulan puasa seminggu lagi, semua orang bersuka cita menunggu kedatangannya. Teman-teman Fito ramai membicarakan kehebohan bulan puasa yang menjadi ritual khusus dalam keluarga masing-masing. Ada yang selalu berbuka bersama seluruh keluarga besar, ada juga anak yang selalu diajak orang tuanya safari tarawih–kegiatan sholat tarawih berganti lokasi tiap malam dari masjid ke masjid. Semuanya menarik untuk dikisahkan.

Fito hanya menjadi pendengar yang baik. Dia tidak memiliki kisah unik pada bulan puasa. Dia takut berpuasa. Hingga duduk di kelas empat sekolah dasar, Fito belum pernah berpuasa seharipun. Padahal ada banyak teman sekelasnya yang mampu berpuasa penuh selama sebulan. Jika ditanya, Fito hanya mengangguk-angguk seakan dia pun sudah mampu berpuasa sehari penuh.

Ayah dan mama selalu mendorong Fito untuk latihan berpuasa. Namun, Fito selalu menolak dengan dalih tidak kuat menahan lapar. Fito akan memakai jurus ampuh untuk menghindari latihan berpuasa, menangis sejadi-jadinya. Ayah dan mama tetap mendorongnya berpuasa dengan berbagai pendekatan.

Di sekolah, Fito memiliki teman duduk yang baik, namanya Icha. Icha suka meminjamkan peralatan menulis jika Fito lalai membawanya. Fito suka bermain hingga sering lupa menyiapkan perlengkapan sekolah. Icha juga suka mengingatkan Fito untuk membuat pekerjaan rumah. Fito bukan anak yang disiplin atau rajin mengerjakan tugas sekolah.

Tubuh Icha kecil dan kurus, tetapi otaknya sangat encer. Icha pandai dalam semua pelajaran. Ia juga ternyata sudah mampu berpuasa sehari penuh sejak kelas tiga sekolah dasar. Hal ini diketahui Fito dan membuat ia kaget sekaligus tak percaya.

“Kamu enggak takut lapar, Cha?” tanya Fito penasaran.

“Enggaklah. Cuma kadang kalau panas ya haus sih, tapi bisa aku tahan kok,” jawab Icha bangga.

“Aku enggak mau puasa. Kalau aku lapar gimana?”

“Kan kamu bisa latihan pelan-pelan, Fito. Mulai dengan puasa setengah hari dulu. Enggak apa-apa kok kalau masih kecil.”

Fito tetap bertahan. Dia tidak mau puasa. Dia tak habis pikir kok bisa Icha bertahan tidak makan dan minum sehari penuh. Kalau lapar atau haus gimana? Mana badan Icha kurus banget lagi, batin Fito.

Ibu guru mengatakan kalau puasa itu wajib dilaksanakan semua orang Islam yang telah balig. Sementara untuk anak-anak, boleh melakukannya setengah hari sebagai latihan. Hampir semua anak mengacungkan jarinya ketika ibu guru menanyakan siapa saja yang sudah mampu berpuasa penuh maupun setengah hari. Hanya Fito dan Andi yang tidak mengangkat tangan. Mereka tampak malu-malu.

Sehari lagi bulan puasa. Sejak pagi, mama dan Kak Arum sudah pergi ke pasar. Mereka akan memasak untuk persiapan sahur. Ayam bakar dan sup brenebon merupakan menu kesukaan keluarga Fito setiap tahun saat sahur pertama. Ini juga yang menjadi alasan utama Fito ikut bangun sahur. Dia tidak mampu melewatkan hidangan istimewa tersebut.

“Besok puasa ya, Fito,” ujar kak Arum. Fito menyembunyikan wajahnya di balik badan mama.

“Fito sudah bisa puasa setengah hari, kan?” tanya ayah. Fito masih bersembunyi.

“Fito cemen.” Kak Arum meledeknya.

Mama memeluk Fito. “Fito sudah sepuluh tahun. Sudah waktunya mulai latihan berpuasa. Setengah hari dulu. Sampai Fito kuat baru deh puasa penuh,” ucap beliau sambil mengusap kepala Fito.

“Manja banget. Jangan dibiasakan gitu deh, Ma. Nanti Fito tambah manja. Kapan dia belajar puasa?”

“Jangan begitu sama adikmu, Rum.” Ayah melerai. “Kita semua harus bantu Fito supaya bisa puasa. Ayo kita semua beri dukungan.”

Arum melunak. “Nih, makan sayap ayam biar besok kuat puasanya,” sahut kak Arum yang disambut tawa semua orang.

Hari ketiga puasa, Fito bangun pagi seperti biasa. Hari ini dia akan mulai latihan berpuasa setengah hari. Sekolah juga sudah mulai aktivitas belajar mengajar setelah libur awal puasa. Pikiran Fito dipenuhi berbagai ketakutan. Apa dia mampu berpuasa meski setengah hari? Siang nanti dia akan makan apa? Fito justru sibuk memikirkan makanan yang akan dia makan saat batal puasa siang nanti sepulang sekolah.

Sesampainya di sekolah, Fito bertemu Icha. Wajah Icha terlihat riang.

“Kamu puasa, Cha?” sapa Fito duluan.

“Puasa dong,” jawab Icha penuh semangat.

Wajah Fito justru terlihat murung.

“Kamu puasa kan, Fito? Ayo Fito, kamu bisa!” seru Icha menyemangati.

“Aku puasa setengah hari,” bisik Fito. Takut teman-temannya mendengar. Fito takut diledek.

“Gitu dong. Kamu pasti bisa.” Icha mengacungkan jempolnya.

Saat istirahat, Fito ingin ikut main lari-larian bersama teman-teman. Tapi urung. Gimana kalau aku haus? Batinnya resah.

Selama jam pelajaran, pikiran Fito mengembara ke warung Bu Ran. Camilan gurih dan cokelat manis seperti memanggil-manggilnya. Belum lagi bermacam es aneka rasa. Liur Fito hampir saja menetes.

Fito melirik jam dinding di kelas. Baru pukul sembilan lebih lima belas menit. Hmmm… masih lama banget. Fito berusaha fokus. Dia harus bertahan. Kata mama, hari ini Fito boleh batal puasa pada pukul dua belas. Itu berarti kurang lebih tiga jam lagi. Sabar Fito. Katanya dalam hati.

Pukul sebelas siang.

“Kamu masih kuat kan, Fito? Bagaimana rasanya puasa?” Fito tersenyum malu-malu. Sejak tadi dia hanya melamunkan makanan.

“Sedikit lapar sih, Cha. Hehehe.” Fito cengengesan.

“Aku juga seperti itu waktu pertama kali belajar puasa.”

“Oh, iya?”

“Iya. Aku masih kepikiran buat minum. Eh, aku punya cerita lucu. Waktu itu aku lupa kalau lagi puasa. Aku minum air es. Hahaha…” tawa Icha berderai. Fito ikutan tertawa.

“Aku yakin kamu pasti bisa. Semangat, Fito.”

Hari itu, Fito mampu bertahan sampai pukul dua belas lebih lima menit. Dia telah berusaha menahan lapar dan haus. Mama menyiapkan nasi dan lauk untuknya makan siang.

“Ma, besok Fito akan puasa lagi,” ucap Fito.

“Iya, Nak,” angguk mama dengan senyum bangga.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here