3 Tips Menyusun Cerita Pendek Untuk Anak

1
55

Cerpen Anak merupakan salah satu rubrik favorit di Filmi, bukan hanya untuk para penulis, tetapi juga untuk pembaca. Alhamdulillah, sejak mulai tayang, sekitar dua tahun yang lalu, cerpen anak di Filmi cukup disambut dengan positif oleh pembaca.

Sebenarnya, saya sendiri termasuk penulis yang tak terlalu intens menekuni dunia anak. Ada memang, beberapa tulisan saya yang mengambil segmen anak. Tetapi jumlahnya sangat sedikit. Meski begitu, sebagai pimpinan redaksi di Filmi, saya tertarik juga untuk menyampaikan pandangan saya tentang cerpen anak.

Menurut saya, ada beberapa hal, saya sebutkan tiga saja ya, yang sebaiknya harus diperhatikan saat menulis cerpen untuk anak. Apa saja?
Pertama, soal bahasa. Perkembangan bahasa pada anak memang sangat pesat. Tetapi anak tentunya lebih menyukai dan lebih mampu menyerap bahasa-bahasa yang sederhana. Jadi, gunakan kalimat pendek dan bahasa yang mudah dimengerti. Tujuannya jelas, agar anak-anak bisa mengikuti alur cerita tanpa merasa kebingungan. Pakailah kalimat yang tunggal yang terdiri dari satu pola saja dengan subyek, predikat, obyek dan mungkin keterangan. Hindari kalimat-kalimat majemuk.

Jika perlu, kita bisa menggunakan kata-kata onomatopoeia, yakni kata-kata yang menirukan bunyi-bunyian dari obyek. Misalkan suara kambing, “mbeeek!”, suara kucing, “meeeong”, atau juga bunyi ketukan pinta, “tok-tok-tok”. Anak menjadi lebih terimajinasi dengan adanya kata yang menirukan bunyi-bunyian itu.

Kedua, pesan moral. Ini sangat penting ya, karena anak belajar dari segala sesuatu yang ditemui, termasuk bahan bacaan. Banyak riset membuktikan bahwa karakter baik pada cerita fiksi, bisa membentuk karakter lewat apa yang disebut sebagai vicarious reinforcement. Apa itu vicarious reinforcement? Yaitu penguatan dengan melihat atau mengamati perilaku orang dan konsekuensi dari perilaku tersebut. Perilaku baik akan mendapat ganjaran baik, perilaku buruk akan mendapatkan hukuman. Ini adalah teori yang diungkapkan oleh Albert Bandura.

Jadi, pada cerpen anak, sebaiknya nuansa moral dan nilai-nilai positif harus ditekankan, namun tentunya tetap dengan halus dan simbolik. Nilai-nilai yang biasanya disukai anak-anak adalah persahabatan, kejujuran, keberanian, juga semangat berprestasi. Juga cinta kepada orang tua, keluarga, tanah air dan agama. Usahakan agar nilai moral ini bisa masuk ke benak anak-anak dan benar-benar bisa menjadi vicarious reinforcement bagi mereka.

Ketiga, mainkan imajinasi. Anak-anak biasanya senang dengan sesuatu yang penuh imajinasi. Makanya, anak-anak juga suka dengan fabel seperti hewan yang bisa bicara, mainan yang hidup, atau tempat-tempat ajaib, misal istana dengan kran-kran yang mengucurkan es krim. Memang kesannya tidak logis, tetapi dunia anak memang masih bercampur baur antara hal-hal yang logis dan fantasi. Namun begitu, sebagai penulis Muslim, saya tetap menekankan untuk memperhatikan juga akidah. Jangan sampai anak-anak kemudian tergerak untuk meminta pada peri atau makhluk halus, sehingga justru memunculkan hal-hal yang membahayakan kemurnian tauhidnya.

Itulah tiga hal tentang menulis cerpen anak, urun rembug dari saya. Salam literasi!

~Afifah Afra

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here