Hai…
Nura
Terima kasih sudah menjadi kuat
Kekuatan tekadmu
Pergi merantau
Jauh dari Surau
Semoga tercapai apa yang kau mau
Dan Tuhan menyempurkan harapanmu.
“Kamu hidupnya aman dan bahagia, ekonomi insyaAllah terkendali, karena kebutuhanmu belum banyak, cukuplah”. Penggalan kalimat yang sering aku dengar. Begitulah apa yang terlihat dalam pandangan orang lain tentangku dan suami.
Perkataan dan image yang terbangun beberapa tahun belakangan ini di mata orang-orang terdekatku, aku amini dalam hati. Dan aku pun bergumam dalam hati segala nikmat yang ada berasal dari Rabbku dan Sesembahanmu yang dari-Nya semua kebaikan bermuara.
Sebagai manusia yang mempunyai iman kondisi sedih, senang, dan bahagia adalah sebuah keniscayaan yang Tuhan pergilirkan dalam kehidupan setiap manusia, aku hanya ingin selalu mejaga Izzah di hadapan manusia saat bagian kelabu dalam hidup menghampiri.
Kekuatan utama yang selalu aku jaga adalah sangka baik kepada Allah. Karena mustahil bagi Allah untuk menyakiti hamba-Nya. Dan tidaklah seorang manusia diuji tidak lain untuk mengangkat derajatnya dan mengugurkan dosa-dosa-Nya.
Kebulatan tekad dan sangka baik yang kuat kepada Sang Pencipta menuntun perjalanan langkah kakiku menuju kota Solo. Aku jatuh cinta pada kota ini karena keramahan, kelembutan, dan indah laku tata kramanya. Empat tahun kuliah terasa begitu indah dan menorehkan banyak kenangan manis dan berjuta kenangan yang tak bisa diwakili oleh aksara dan tempat yang disedikan lembar mewah kertas ini.
Aku jatuh cinta pada kota, lalu berazam dan melangitkan impian untuk menikah dan menetap di Solo. Niat itu aku buktikan dengan menulis sederet impian beberapa tahun ke depan, dan kertas impian itu aku tempelkan di tembok kamar kosku. Beberapa kali adek tingkatku di organisasi yang aku ikuti saat itu menertawakan impianku itu. Aku tertawa dan tersipu malu saat mengetikkan kalimat ini.
Kesibukanku berorganisasi dari rapat ke rapat terkadang empat organisasi sekaligus aku ikuti dalam satu semester, membuatku tak begitu banyak memiliki teman karib dikelas dan nilai akademikku terbilang pas-pasan. Pada saat itu aku bergabung dengan organisasi eksternal kampus, yang menjadi jalan bagiku menemukan beberapa sahabat sejati.
Mohon izinkan aku melompati hiruk-pikuk kenangan indah dan noktah-noktah pilu selama menjadi mahasiswa karena aku tidak sedang ingin berlama-lama dalam nostalgia itu. Aku ingin berbagi kisah dalam perjalananku menemukan separuh hatiku.
Tak terasa, empat tahun kurang berlalu begitu cepat sebelum wisuda alhamdulillah aku sudah diterima menjadi karyawan di BMT, sebagai staf marketing. Bekerja tentu sedikit berbeda saat kuliah.
Kesibukan saat mahasiswa dan menjadi aktivisis kampus rapat kerapat ternyata begitu jauh berbeda dengan dunia kerja yang begitu menantang, membuatku terkadang kesepian, apalagi jika saat sakit dan kondisi tertentu yang tak bisa kulakukan sendiri.
Usiaku juga sudah dibilang tidak muda lagi, kemajuan tekhnologi mulai berkembang sedemikian cepat, dan perasaan ingin disayangi dimanja dan dilindungi oleh laki-laki impian semakin membuncah.
Memutuskan tidak ingin pacaran, aku pun meminta dicarikan jodoh kebeberapa kenalan teman dekat dan lembaga biro jodoh. Pikirku inilah cara yang efektif untuk menjemput kekasih halal nantinya.
Upaya-upaya yang aku lakukan rupanya tak membuahkan hasil, padahal kalau lah kata dunia marketing aku sudah mengobral diriku seperti harga diskon dan akupun tidak memberikan banyak syarat dalam memilih pasangan, tidak melihat latar belakang Pendidikan, pekerjaan, rupa, dan hartanya bagiku yang terpenting adalah agamanya.
Namun upayaku seperti Khodijah meminta dicarikan jodoh itu tak membuahkan hasil, akupun selalu berdoa kepada Allah aku ingin selamat dari zina dan pacaran. Jatuh bangun ingin mempertahankan iman di mana ujian nafsu syahwat sudah mulai membuncah bagiku bukanlah perkara mudah.
Hari kelam itu tiba juga, aku memberanikan diri mendatangi seorang ibu-ibu yang terbilang masih muda yang merupakan lembaga biro jodoh, dulunya aku menitipkan biodata diri padanya, akupun mulai menanyakan bagaimana perkembangannya.
Wanita muda itu mengatakan padaku, “Mbak suku dan budaya Madura di mana kamu berasal menjadi penghalang besar bagi laki-laki yang hendak meminangmu, belum lagi jarak antara Solo dan tempat tinggalmu begitu jauh dan memerlukan biaya yang cukup besar untuk kesana.”
Kata-kata yang keluar dari mulut wanita itu bagaikan petir dan tusukan belati tajam. Dalam hati aku berkata, apa salahku, dua hal yang tidak bisa aku lakukan dan tak bisa aku pertentangkan karena di mana aku lahir bukan dalam batas wewenangku itu kehendak yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Duniaku runtuh, harapanku tercabik-cabik.
Masih jelas dalam ingatanku bagaimana semarak dan viralnya pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina dalam layar kaca, akupun berbisik dalam sujud saat sholatku, ya Allah apakah aku begitu buruk, sehingga doa ku belum terkabulkan.
Ya Rabbi jika menurut manusia status di mana aku berasal menjadi penghalang besar bagi pria menikahiku. Maka ketika bagi manusia tidak mungkin jika engkau menghendaki maka tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Selama berjuang mengetuk pintu langit agar doa dikabulkan Allah, aku berikhtiar salah satunya yaitu tawashul dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan yang pernah di lakukan dalam hidup yang dirasa paling tulus di antara amalan apapun selama hidup.
Akupun bertawasul dengan .…
Penasaran ya? Aku bertawasul dengan menyebutkan kepada Allah kebaikan yang pernah aku lakukan. Aku pernah menyelamatkan tikus kecil yang terjebak dalam kamar mandi, aku melihatnya kasian karena ia berjuang keras menyelamatkan dirinya namun tidak berhasil karena bak kamar mandi yang tak mudah ia lewati. Akupun memberanikan diri meski takut bercampur jijik menolongnya.
Itulah amal kebaikan yang aku ajukan kepada Allah untuk mengabulkan doaku saat itu, satu bulan berlalu beberapa lintasan pikiran feeling yang halus datang menyergapi pikiranku, bahwa sepertinya waktumu untuk menikah akan tiba.
Musim lebaran tiba aku memutuskan mudik ke Madura, pada suatu siang aku dikagetkan oleh seseorang yang tak begitu ku kenal menghubungiku lewat WhatsApp, dalam pesannya itu dia mengatakan bahwa ada seseorang yang mencari seorang istri, namun ia mencari perempuan yang tidak begitu banyak persyaratannya dalam pernikahan.
Ternyata wanita muda yang menghubungiku itu adalah teman baik suami. Pada suatu malam di bulan mulia di acara iktikaf di masjid Mbak Ufa nama panggilan beliau bertemu temen organisasiku anak UNS kami sama-sama menjadi pengurus KAMDA saat itu. Kami sering mengobrol dan bertukar pengalaman dan harapan dalam hidup termasuk bagaimana kriteria dalam memilih pasangan.
Mbak Ufa menyampaikan kepada temenku itu mbk kamu punya kenalan yang sudah siap menikah? Tetapi yang tidak banyak mengajukan banyak kriteria pasangan idaman. Karena itu harapan laki-laki yang meminta tolong padaku ucapnya.
Mbak Veti dengan amat sangat yakin mengajukan namaku. Lanjut mengenai Mbak Ufa yang menghubungiku pada siang itu beliau kemudian mengirimkan biodata seorang laki-laki melalui WhatsApp, hatiku bergemuruh membuka pesan itu, siapakah gerangan laki-laki yang memilih orang Madura yang terkenal galak dimata adek-adek junior organisasi di kampus.
Saatku buka pesan itu dan terlampir dua foto laki-laki yang kini menjadi suamiku. Ini laki-laki yang pernah kulihat sekilas pada saat acara Mabit di masjid UNS, dalam perjalanan pulang aku melihat seorang laki-laki yang menunggu dan mengawal rombongan dari organisasinya gumamku waktu itu betapa bertanggung jawab laki-laki itu.
Setibanya di Solo biodata diri pria itu aku serahkan kepada guru ngajiku dan kemudian beliau mempelajari biodata itu dan beliau pun setuju. Kemudian beliau mengatur waktu temu janji dengan guru ngaji pria itu yang beliau kenal juga.
Hari dimana kami dipertemukan di rumah guru ngajiku saat itu, dan calonku didampingi guru ngajinya. Jarak kami cukup jauh dan terhalangi lemari aku hanya melihat dari kejauhan saja laki-laki itu, sekilas terlihat hidung mancung dan senyumnya yang manis.
Pada pertemuan itu aku tak banyak berbicara, karena sudah diwakili orang suami guru ngajiku. Permintaanku hanya minta akad nikah di Madura dan saat berumah tangga nanti tidak dijadikan satu rumah dengan mertua.
Singkat cerita dipertemukanlah aku dengan calon mertuaku, saat di rumah makan di daerah kampus UMS, saat bertemu camer beliau kemudian berkata apakah kamu sudah tau kalau calon mu itu punya mata silinder dan terkadang pada kondisi tertentu pandangannya menjadi kabur dan beberapa cerita hal lainnya.
Saat mendengar itu aku kaget luar biasa dalam perjalanan pulang aku bergumam apakah aku harus melanjutkan hubungan ini. Langkah dan keyakinanku mulai tercemari oleh informasi yang baru saja ku dapat.
Aku yang sudah mengobral diriku dengan sedemikan rupa dengan mengutamakan dan mengikuti tuntunan dalam memilih pasangan namun, beberapa hal membuatku berat, dalam perjalanan pulang aku menelisik kembali niatku menggenapkan separuh agama.
Jujur memang saat aku melihat biodata pria itu tidak kutemukan deskripsi yang ia jabarkan mengenai kondisi penglihatannya, pria hanya bercerita seputar kegiatan orangtuanya dan kondisi ayahnya yang sedari kecil mengidap penyakit epilepsy.
Aku memang tidak melihat langsung dan tak berniat silaturahmi dan datang ke rumah calonku itu apalagi mengenal lebih dalam seluk beluk keluarganya, yah bagiku mencari jodoh itu sudah berdarah-darah, ada yang berniat serius saja sudah senangnya masyaAllah. Meski sikapku saat itu ini tidak harus dibenarkan juga, karena melihat kondisi keluarga calon juga penting.
Sekilas setan merasuki pikiranku batalkan saja toh belum janur melengkung, tapi orang tuaku di Madura sudah tau dan tak begitu mempermasalahkan kondisi calon mertuaku dan calonku, yang penting akunya sudah bulat dan yakin. Toh mencari yang sempurna tak akan pernah ditemukan.
Dalam perjalananku pulang menuju kosan di daerah Kartasura itu sembari melajukan motor hatiku mengalami pergulatan batin, sebeginikah orbal kriteriamu Nura? Apakah kamu seburuk itu sehingga … Namun hadist dari sang Nabi tak bsa kuelakkan dari kriteria memilih pasangan yang baik agamanya sudah ku lakukan, tanpa pacarana namun .…
Pada pergulatan batin itu antara ilmu dan realita berkecamuk saling menentang satu sama lainnya. Bisikku dalam hati langkah yang kau pilih sudah benar Nura menikah tanpa pacaran, mengikuti petunjuk Allah dalam memilih pasangan dengan mengutamakan agamanya sudah benar maka sisanya serahkan saja pada Allah biar Allah yang mengurusinya. Gumamku dalam hati.
Singkat cerita dua bulan setelah pertemuan itu kamipun menikah di Madura pada sebuah malam beliau bercerita tau ga dulunya di kantor beberapa orang relawan kampus adek-adek juniormu di organisasi mengatakan benaran Mas Riza kamu memilih mbak Nura jadi pasanganmu, dia itu galak.
Pada suatu waktu di acara kampus di mana waktu itu ada sebuah kondisi yang memaksaku harus mengambil sikap untuk menghentakkan tangan di atas meja dengan sangat keras, karena kondisi yang sudah tidak kondusif.
Pada acara tersebut posisi waktu itu akulah yang menjadi pemimpin organisasi mentoring di fakultasku. Dalam sebuah acara Muskom di kampus akupun terkenal memiliki kritikan tajam, dan bagiku itu memang forum untuk mengevaluasi dan mengkritik.
Dari semua cerita diatas yang ingin aku bagikan disini adalah, pertama dek kamu yang baca ini dalam beberapa hal tetaplah jadi diri sendiri, gak mudah memang tapi ke otentikan diri menjadi apa adanya terkenal sangar dan galak tidak begitu penting, yang penting kamu memiliki hati yang baik.
Kedua kamu boleh saja memilki kriteria ideal suami impian, namun kamu juga harus mengukur siapa dirimu, jangan sampai kriteria yang kita idamkan terlalu tinggi dan tak sesuai pada kenyaatan diri kita. Misal kita mengimpikan seorang laki-laki tampan seperti Nabi Yusuf, namun kita tak secantik Zulaikha.
Ketiga dahulukan petunjuk Allah dalam memillih kriteria pasangan karena takkan pernah salah, mengobral kriteria bukan berarti mengobrol semua prinsip dalam hidup. Ada beberahal harus diperbaiki bersama pasangan nantinya tak mengapa, bukankah semakin indah jalan ceritanya nanti.
Keempat jangan pernah meremehkan kebaikan sekecil apapun karena agama mengajarkan bahwa sesuatu yang di anggap remeh oleh manusia di mata Allah bisa jadi memilki kedudukan yang tinggi.
Kelima perbanyaklah relasi dalam bergaul karena engkau tak pernah tahu lewat tangan mana Allah ijabah doamu, semakin luas circlemu maka semakin banyak peluang bukan.
Keenam dan yang terakhir adalah kelurusan niat. Karena niat itu bertahta tinggi, bukankah niat yang benar menentukan hasil yang akan kamu gapai nantinya. Dalam hadist arbain karya Imam Annawawi yang terkenal kedudukan niat menjadi yang pertama di tekankan.
Dan kelurusan niat itu membawaku menemukan laki-laki yang selama 10 tahun dengannya tak pernah kudapatkan perlakuan kasar darinya, aku meyakini bahwa setiap manusia mempunyai kadar kekuatan cahaya yang berbeda-beda setiap orangnya.
Ada seseorang yang Allah jadikan cahayanya seperti cahaya sang surya, yang mampu menyinari tidak hanya untuk keluarganya namun mampu mencahayai masyarakat di sekitarnya.
Ada pula yang cahanya sebesar cahaya bintang dan rembulan yang cukup untuk menyinari keluarga dan putra-putrinya saja.
Dan ada yang cahayanya sebesar cahaya lampu dan lilin yang cukup untuk menerangi dirinya sendiri, dan untuk menjadi nyala yang besar ia perlu menggabungkan cahaya yang dimilikinya dengan orang lain.
Dari semua paparan diatas yang terpenting adalah sangka baik kepada Allah, dahulukan kriteria Allah. Hina di hadapan manusia tak mengapa selagi Allah jadi tujuan tahta tertinggimu. Ketika Allah kamu jadikan ukuran dalam menilai dan memutuskan sesuatu maka Allah takkan pernah membuatmu kecewa percayalah. Semoga Allah mudahkan untuk kamu yang lagi berjuang.
Di tulis oleh Aisyah Turriskiyah.
Surakarta 31 Desember 2024
maasyaaAllah inspiratif Kak
Makasih kak
Baarakallahu fiik Mbak Aisyah. Samawa till Jannah
Aamiin ya Robb, jazakillah Khoiron