Melukis Wajah Ibu
Sambil melihat indahnya angkasa malam
Aku melukis wajah ibu di samping bulan
Ratusan bintang yang memperhatikan
Memendam kecemburuan tak terperikan
Sketsa wajah ibu hampir sempurna
Tinggal goresan alis yang sedikit lebih ditebalkan
Dan sebuah tahi lalat di sudut bibir kanan
Tapi segerombolan awan hitam datang
Mencoba menenggelamkan bulan
Sehingga angkasa berubah kelam
Bintang-bintang hanya mampu diam
Wajah ibu hilang
Kerinduanku makin mendalam
Doa Bunda
Jika kau ingin pergi
Pergilah
Tapi jangan lupa
Cium dulu tangan Bunda
Kejar mimpi itu
Tangkap
Tapi jangan lupa
Hadiahkan pada Bunda
Jika kau sudah lelah
Pulanglah
Dalam pelukan Bunda
Jangan jadi Malin Kundang
Karena Bunda tak mampu
Mengutukmu jadi batu
Mama
Satu nama
Tak pernah lepas dari ingatku
Satu nama
Kurindu selalu ingin bertemu
Satu nama
Firdaus ada di tiap langkahmu
Satu nama
Sosok tegar dalam balutan kulit keriput
Satu nama
Ridho Tuhan tergantung dari ridhonya
Begitu agung
Begitu istimewa
Sebut sejuta nama
Namanya yang paling mulia
Mama
***
*) Uda Agus, belajar menulis secara autodidak. Puisi bukanlah genre yang dikuasainya. Selama ini lebih konsisten menulis cerpen. Tulisan pertamanya dimuat majalah Annida (Juli, 2001). Buku perdananya, kumpulan cerpen berjudul Ngebet Nikah (DAR! Mizan, 2004). Pada tahun 2013 diundang sebagai emerging writer dalam perhelatan sastra Ubud Writers and Readers Festival. Sejak tahun 2011 konsisten menggelar lomba menulis cerpen hingga saat ini. Berdomisili di Payakumbuh, mengelola sebuah rumah baca, Pustaka Dua-2 (Rumah Baca dan Diskusi Sastra). Untuk lebih dekat dengannya, bisa menghubungi uda_agus27@yahoo.com atau di nomor 085274244342.
Jadi ingat ibu di Pekalongan, hiks.
Alhamdulillah, doa terbaik untuk ibu-ibu kita, semoga selalu berada dalam Lindungan-Nya. Amiiinn
Ibu,sosok paling dirindu…
Bangeeeettt