Tips Mengendalikan Rasa Malu yang Berlebihan

0
30

Judul Buku : Hidup Tanpa Rasa Malu
Penulis       : Axela Kaily
Penerbit     : Araska
Cetakan     : I, September 2022
Tebal         : 232 halaman
ISBN         : 978-623-7910-99-2

Setiap orang tentu memiliki rasa malu. Hanya kadarnya saja yang berbeda. Malu memang termasuk hal yang manusiawi, namun jangan sampai rasa malu tersebut menjadi penghalang bagi seseorang untuk mewujudkan impian atau cita-citanya.

Rasa malu yang berlebihan, terlebih bila malu tersebut tidak pada tempatnya, misalnya malu ketika ingin berbuat kebaikan, malu bergaul dengan orang-orang, maka malu yang seperti ini harus segera dikelola dan dikendalikan. Jangan sampai rasa malu tersebut membuat kehidupan kita menjadi hancur karenanya.

Dalam buku ini diungkapkan, rasa malu adalah salah satu bentuk emosi manusia. Rasa malu memiliki arti beragam. Rasa malu dapat terjadi di mana saja. Malu dapat muncul pada diri seseorang terkait dengan dimensi psikologis, teologi, filosofis, dan sosiologis. Menurut Calr Schneider dalam buku Shame, Exposure, Privacy, rasa malu terbagi dalam dua kategori, yaitu rasa malu yang berhubungan dengan kehinaan seseorang (disgrace shame) dan rasa malu yang terkait dengan kesopanan (discretionary shame). Schneider berpendapat bahwa disgrace shame lebih diutamakan sehingga discretionary shame dapat diabaikan. Namun, keduanya tetap diperlukan oleh manusia untuk menghindarkan dirinya dari perbuatan yang memalukan.

Axela Kaily menjelaskan, seseorang yang mengalami rasa malu berarti ia sedang mengalami konflik dalam dirinya, yaitu karena konflik dirinya melakukan negosiasi nilai antara kenyataan dan naluri, jika naluri dan kenyataan itu tidak selaras, maka terjadi konflik, dan timbul rasa malu.

Berdasarkan ensiklopedia tentang kesehatan mental, rasa malu adalah sebuah situasi yang membuat seseorang tidak merasa nyaman untuk mencapai tujuan yang dimiliki. Para peneliti mengatakan bahwa rasa malu juga diturunkan melalui gen. Jika memiliki orang tua yang pemalu, maka kemungkinan besar, kita juga merupakan seseorang yang pemalu (hlm. 12-13).

Rasa malu yang berlebihan, tentu sangat merugikan kita. Terlebih bila rasa malu tersebut berada pada tempat yang tidak semestinya. Misalnya malu saat melakukan kebaikan, malu untuk mencoba berkarya, malu bertanya tentang sesuatu yang belum kita mengerti, dan sebagainya. Oleh karenanya, setiap orang harus berupaya mengelola dan mengendalikan rasa malu yang bersumber dalam dirinya.

Dalam buku ini dijelaskan enam cara menghilangkan rasa malu. Pertama, mulai dengan langkah kecil. Tantanglah diri kita untuk melakukan hal-hal sederhana yang ditakuti setiap harinya, misalnya kita selalu takut untuk memulai percakapan dengan orang baru. Targetkan bahwa kita harus mampu memulai pembicaraan dengan satu atau dua orang baru yang mungkin dijumpai saat kita menunggu bus atau menghabiskan waktu makan siang di sebuah tempat makan. Lambat laun, kita akan merasa nyaman dan terbiasa dengan hal ini.

Kedua, temukan penyebab rasa malu. Apa yang membuat kita memiliki rasa malu tersebut? Jika mengetahui hal apa yang membuat kita memiliki rasa malu, maka akan mudah menghilangkannya, seperti rasa malu karena memiliki penampilan kurang baik, maka kita dapat mencari tips untuk memperbaiki penampilan dan mulai menerapkan tips tersebut.

Ketiga, kita memiliki kelebihan. Percayalah bahwa setiap orang memiliki kelebihan dalam dirinya masing-masing. Pikirkanlah kelebihan yang dimiliki setiap kali kita memiliki rasa malu. Dengan begitu, rasa percaya diri kita kan mulai tumbuh.

Keempat, ubah fokus. Rasa malu menciptakan pikiran bahwa setiap orang sedang menatap dan menghakimi kita. Nyatanya, ini hanya pikiran kita semata. Mereka bisa saja sedang memikirkan hal lain. Oleh karenanya, kita perlu mengubah pola pikir dan mengubah fokus. Kita perlu mengubah fokus daripada harus memenuhi pikiran dengan hal yang membuat stres. Cobalah mengajukan pertanyaan saat berhadapan dengan orang lain. Dengan begitu, kita tak lagi fokus pada rasa malu yang ada, tetapi lebih fokus pada jawaban yang disampaikan oleh orang tersebut

Kelima, berbicara pada diri sendiri. Mengatakan hal-hal positif pada diri sendiri dapat menghilangkan rasa malu yang kita miliki. Jadi, berdirilah di depan cermin sesering mungkin dan katakan hal-hal baik yang positif. Dengan begitu, kita dapat meningkatkan kepercayaan diri dan akan kagum dengan hasilnya nanti.

Keenam, kembali bersosialisasi. Untuk menghilangkan rasa malu, kita tidak boleh menghindari hubungan sosial. Sekalipun kita merasa malu dan tidak nyaman, kita harus membiasakan diri berada di kerumunan orang banyak. Pertama mungkin akan terasa kikuk, tetapi lambat laun kita akan merasa nyaman dengan hal ini. Lagi pula, saat bersosialisasi, kita dapat melatih kemampuan berkomunikasi dan kemampuan bersosialisasi. Perlahan-lahan, kita akan tumbuh menjadi orang yang percaya diri dan terbiasa berada di tengah orang banyak.

Terbitnya buku ini semoga dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi para pembaca yang saat ini sedang menderita gejala rasa malu berlebihan. Harapannya, setelah membaca buku ini, pembaca dapat mengelola dan mengendalikan rasa malu yang bersemayam dalam dirinya, sehingga kesuksesan dan kebahagiaan hidup akan lebih mudah diraihnya.
***

*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen. Tulisannya (opini, resensi buku, cerpen, dll) tersebar di berbagai media, lokal hingga nasional, antara lain: Koran Sindo, Jawa Pos, Republika, Kompas Anak, Jateng Pos, Radar Banyumas, Merapi, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dll.


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here