Wanita Undian

14
183

“Yuk, emak di ICU. Kami menunggumu di rumah sakit,” suara Yunisa terdengar di seberang di HP Yusi.
“Sebentar lagi, acara baru dimulai. Nanti aku menyusul,” Yusi beralasan, memberi sugesti di otaknya, emak akan baik-baik saja.
“Emak terjatuh di kamar mandi. Darah di kepalanya masih menetes. Segera ke sini kalau masih mau berjumpa emak!” ucapan tegas Yunisa, adiknya, membuat Yusi harus bergegas meninggalkan keramaian yang masih berlangsung di lapangan Sekundang.

Yusi mengegas motornya diliputi hati gerimis. Perasaannya bercampur aduk, sedih kecewa. Sedih mengingat kondisi ibunya. Kecewa karena harus meninggalkan arena jalan santai. Sebentar lagi doorprize akan diundi. Tadi malam Yusi bermimpi dialah yang menjadi pemenang utama. Dia membawa sebuah mobil Alya tersebut ke rumahnya yang belum memiliki garasi. Dalam mimpinya dia sudah bisa mengendarai mobil tersebut sendiri.

Bangun tidur, dia sholat subuh dan berdoa semoga mimpinya menjadi nyata. Pagi-pagi sebelum pukul 6, dia membawa serta putrinya. Suaminya tengah asyik ngopi di ruang tamu, saat mereka akan berangkat.
“Ayah gak ikutan?” Yusi meyakinkan suaminya sekali lagi. Suaminya hanya menggeleng. Dia sebenarnya basa-basi, ingin segera pergi. Menghindari perdebatan dengan suaminya seperti kemarin. Lagi pula, suaminya pagi ini akan mengecek proyek irigasi di daerah Seginim.

“Jangan mengejar doorprizenya saja lo, Bu. Sehat itu jauh lebih penting,” suaminya memulai pembicaraannya, kemarin sore.
“Sehat penting, yah. Tapi siapa tahu dapat hadiah. Pasti bahagia. Apalagi kalau hadiah utamanya mobil,” seloroh Yusi.
“Nanti hadiahnya nggak berkah lo.”
“Nggak berkah gimana, ini kan hadiah.”
“Siapa tahu ada yang lebih berhak,” balas suaminya lagi.
“Kalau nama kita yang keluar, tentu kita yang lebih berhak, Yah,” lalu Yusi masuk kamar, meninggalkan sang suami yang masih berada di depan TV.

Impian Yusi sebenarnya sangat beralasan. Sudah beberapa kali dia ikut kegiatan serupa selalu mendapatkan hadiah. Setahun yang lalu, dia mendapatkan kulkas dalam kegiatan yang sama. Kemudian pada ulang tahun sekolah tempatnya mengajar, dia beruntung mendapatkan hadiah utama, sepeda gunung. Lalu kegiatan-kegiatan lainnya yang seperti jalan santai, senam sehat, ataupun apa namanya yang memberikan hadiah undian selalu diikutinya. Hampir setiap kegiatan itu dia mendapat hadiah: dispenser, kipas angin, magic com, ataupun yang lain. Sehingga rekan-rekannya sesama guru menjulukinya sebagai wanita undian. Dia tidak tersinggung dengan sebutan itu. Dia justru bersyukur karena keberuntungannya.

Berbagai hadiah yang diperoleh Yusi, semuanya selalu dimanfaatkan olehnya. Seperti kipas angin, langsung dipakai di ruang tamu, selama ini kipas anginnya hanya satu, dan berada di dalam kamar mereka. Kemudian dispenser dan kulkas baru hadiah doorprize langsung dipakai, yang lama diungsikan ke rumah orang tuanya. Emak sebenarnya senang saja menerima barang second tersebut. Tapi beliau juga rewel seperti suaminya.
“Yusi, ngapain ikut-ikut begituan terus?”
“Senang lo, Mak dapat hadiah,” balas Yusi. Emak hanya terdiam.

Beberapa hari yang lalu emak juga dirawat di rumah sakit. Kemarin emak sudah sehat dan dibawa pulang.
“Besok kamu ikut jalan santai lagi, Yus?” tanya emak. Yusi hanya mengangguk. “Modal berapa?” kejar emak lagi. Yusi hanya mengangkat jari telunjuknya.
“Seratus ribu?” Yusi menggeleng.
“Satu juta?” Yusi mengangguk ragu.
“Ini judi namanya. Hentikan itu!” nasihat emak.

Namun Yusi bergeming. Pikirnya,setiap perjuangan perlu pengorbanan. Jadi uang satu juta ini buat modal untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Memang selama ini kupon undian yang dia beli tidak pernah melebihi dua ratus ribu. Namun kali ini Yusi berspekulasi demi sebuah mobil yang selalu diidam-idamkannya, tidak ada salahnya keluar dana yang agak lumayan.

Suaminya sebenarnya tidak tahu berapa banyak dia membeli kupon undian. Karena dia menarik tabungannya melalui atm. Dia tidak memakai uang belanja. Semalaman dia menulisi nama dan alamat pada lembar kupon, hingga tangannya pegal-pegal. Akhirnya Yusi tertidur karena kelelahan dan mimpi punya mobil baru.

Pagi ini dia sangat bersemangat. Keringatnya belum kering. Acara sambutan baru saja dimulai, saat adiknya menelpon tadi. Emak terjatuh di kamar mandi. Sekarang di ICU. Padahal baru kemarin emak habis dirawat di rumah sakit yang sama karena penyakit komplikasi yang menggerogoti tubuhnya. Asam urat dan darah tinggi.

Yusi menambah kecepatan sepeda motornya. Putrinya diam di belakang memeluknya dengan erat. Mungkin ikut merasakan kegalauan hati ibunya. Wajah emak terbayang di pelupuk mata sepanjang perjalanan Yusi ke rumah sakit.

Begitu tiba, dia langsung menuju tempat yang disebutkan adiknya. Semua sudah berkumpul di sana.
“Ibu masih diperiksa,” Yunisa menyambut kedatangannya. “Ayuk tadi di lapangan Sekundang?”

Yusi hanya mengangguk, enggan ditanya-tanya oleh adik yang juga sering menentang hobinya ikut undian. Dia melirik suaminya dan suami adiknya yang ikut berdiri menyambutnya.
“Gimana emak?” Yusi ingin segera masuk, namun masih dihalangi oleh perawat.
“Maaf, belum boleh masuk,” perawat tersebut mengangkat kedua tangannya ke depan. Mereka semua menunggu dalam ketegangan.

Setelah 15 menit, akhirnya mereka boleh masuk. Yusi beserta suaminya mendapat giliran pertama. Anak mereka dititip dengan tantenya.
“Masa kritisnya sudah lewat. Benturan di kepala nanti akan segera pulih,” penjelasan singkat dokter cukup melegakannya.

HP di dalam tas Yusi tiba-tiba berdering. Panggilan WA. Dia mengangkat android tersebut ke depan mukanya.
“Yusi, kamu di mana?” temannya tersebut melambaikan tangan.
“Nama kamu dipanggil. Pemenang utama,” teriak temannya. Ada yang berdenyar di hati Yusi mendengar kalimat itu. Dia melihat di layar HP, pemandu acara sedang memanggil namanya. Teman-temannya sangat bersemangat melambaikan tangan mereka.

Yusi justru tak mampu berkata apa-apa. Dia melihat ke arah emak yang sedang tergolek lemah. Dia juga melirik suaminya pasrah. Jarak dari rumah sakit ke lapangan Sekundang tidak mungkin ditempuhnya dengan sekejap mata.

“Setelah pemanggilan ketiga, jika tidak hadir namanya akan kita batalkan.”
“Yuuuusiiiiiii,” Pembawa acara berteriak lagi. Teman-teman Yusi semakin waswas dan rusuh. Kupon undian tidak bisa diwakilkan, walaupun dia tadi sempat menitipkan beberapa kupon bertuliskan namanya kepada temannya itu. Data di kupon harus dicocokkan dengan KTP.

Yusi hanya mampu melambaikan tangan, saat namanya dibatalkan dan diadakan pengundian ulang. Ada air yang menggenang di pelupuk matanya. Dia kembali melihat ibunya yang terbaring lemah di ranjang. Lalu menatap suaminya. Kemudian serta merta mengingat uang satu jutanya yang melayang.

“Sabar ya, Bu. Itu bukan rezeki kita.” bisik suaminya, yang menambah kesedihan Yusi berlipat-lipat. Mereka beriringan keluar dari ruangan, ada adiknya yang juga ingin gantian menemui emak mereka.

14 COMMENTS

  1. Salam sama yusi kak….penasaran, jadinya siapa yg dapat haidah utama. But so far, cerpennya keren dan mengangkat hal yang banyak terjadi di masyarakat. Good job untuk brother neto selaku penulisnya

  2. Surga itu dibawah telapak kaki ibu.
    Cerita yg cukup menyentuh dan bermakna tinggi, inshaallah akan ada rezeki lain.
    Semangat dan sukses untuk penulis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here