Menatapi Kata, Meresapi 3 Kota

0
78

Ini Jakarta: kota yang pernah dimenangkan

Ini kota serupa kembang raksasa
bagi berjuta lebih lebah pekerja
saban hari minggu tahun pergi pulang
bawa kabar dan nektar ke sebar sarang

Ini kota peta kecil nusantara
Jarak pulau kecil dan besar
Sabang Merauke pun cuma
beberapa kilo saja jauhnya

Ini kota serupa album perjuangan
Pejuang muda, pahlawan silam
sambung menyambung menjadi kenangan
Berjajar dalam nama gedung dan jalanan

Tapi pegimane menulis Jakarta yang Merah Putih?
Apakah dengan menaik sang saka tinggi-tinggi?
Apakah dengan memekik merdeka berkali-kali?
Atau dengan menyesapi berani dan murni
dalam tentram hidup sehari-hari?

Ini kota yang pernah dihilangkan
kala Dalem Keraton dan masjid atap tumpang
dibakar habis kompeni seusai peperangan

Ini kota yang konon kan tenggelam
kala tanah hijau dan air dalam
dicukur habis korupsi lingkungan

Jadi pegimane menulis Jakarta yang Garuda?
Dengan membesar sayap di punggung para petinggi?
Dengan mencakar akar rumput di pinggir kali?
Atau dengan mengungkap kata hati
tanpa takut bedil dan jeruji?

Maka inilah Jakarta
Ini kota bagi terabita cita-cita
yang memenuhi tiap diri dan memori
Ini kota bagi napas padi dan kapas
yang tumbuh lepas tra bisa ditumpas
Ini kota beribu maju bersama
yang tak melupa shaf kaum jelata

Ini Jakarta
Ini kota yang harus terus dimenangkan!

Sritanjung

Engkau mungkin adik bungsu
dari matari di timur sana yang setia
memahami segala dengan cakrawala
menebar tasbih alam raya
ke tengah sawah, kawah
menggebah rupa-rupa resah
mengakrabi air yang berani
jatuh di tengah hutan dan lembah
ketika pantai bagai ciuman basah
antara bibir laut yang menggelora
dan lidah tanah yang gelisah
menyimpan kisah dan rahasia

Engkau mungkin kakak sulung
dari matari di barat sana
yang tenggelam kelewat cepat
mengabarkan pasrah alam raya
kepada savana dan pohon-pohon tua
membiarkan biru api terang menyala
di tengah gelap puncak nan tinggi
seperti harapan yang diantarkan pasti

Surat Sayu Saya Ini Adalah Bayang Sajak Sayang Untuk Palembang

kepada segala kisi
kisah yang terlempar
ke dasar Sungai Musi

kepada segala gurat
aksara yang terpatri
di besi sepanjang Ampera

kepada segala kenang
rasa yang terselip
di balik hawa kota Palembang

aku ingin menyampaikan
salam perpisahan
yang sudah tertunda
sejak terakhir kali kapal
membelah jembatan
menjadi terbuka

akan kutitipkan
seluruh pilu dan rindu
kepada setiap kicau sumbang dan merdu
burung-burung yang bermusyawarah
ketika bertandang ragu
ke halaman rumahmu
ke jendela kamarmu
menyusupi mimpi-mimpimu
yang berakhir tanpa kehadiranku

akan kukembalikan
segala perih dan kasih
ke sela huruf-huruf jawi
dalam kitab-kitab Al-Falimbani
yang pernah kita sentuh tempo hari
biar tunai tersampaikanlah beribu
pesan jaulah nan jauhlah ke masa lalu
ketika cinta dan Maha Cinta asyik bertemu
dalam perjamuan ilmu nan begitu khusyuk


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here