Seratus Bunga Itu Gugur Dari Tangkainya

0
104
seratus bunga itu gugur dari tangkainya
ilustrasi (Kompas)

Seratus bunga itu, gugur dari tangkainya
Luruh satu persatu, bertebaran di jagad husada
Wanginya terasa, menguar di mayapada
Pusara basah oleh aliran membanjir semesta
Air mata iba, melarung kepergiannya

Seratus bunga itu, tergores di lembaran sejarah
Ditulis oleh tinta kesedihan, dan pena kepedihan
Menebalkan seketika berlusin kitab kenangan
Dipenuhi epos, obituari, namun juga elegi
Kepergiaannya diiringi tembang puja-puji

Namun, coba dengar bisik daun kamboja di atas pusara:
Tak semestinya mereka pergi begitu cepat
Kuntum-kuntum bunga itu masih harum dan liat
Sebagian masih kuncup, muda belia penuh afiat
Bahkan, warna-warninya masih berseri mengkilat
Tetapi, mengapa mereka kini terbujur kaku
Dalam lubang-lubang nan gelap dan beku?

Mereka luruh sebelum saatnya,
ucap getir kumbang yang terbang mengitari pusara:
Mereka dicabut dari tangkainya dengan paksa
Oleh pandemi yang membanjir tak terkendali
Dipaksa menerjang gelombang dahsyat tak terperi
Hanya berbekal perisai selapis tipis kulit ari
Seratus bunga itu, tumbal-tumbal kearoganan
Martir-martir ketidakpedulian, anak cucu kebodohan

Batang-batang rumput menjerit marah bersama liukan angin:
Jangan biarkan bunga ke seratus satu luruh lagi, wahai penguasa!
Dan bunga yang keseratus dua, dan bunga yang keseratus tiga
Semesta rindu aroma wangi yang ditebarkan oleh mereka
Jangan biarkan mereka berjuang tanpa perisai di dada
Oh jangan sampai, ada bunga lain gugur lagi dari tangkainya
Maka, pada pusara yang hening dari jiwa manusia
Ratapan kumbang, rerumputan dan daun kamboja

Bergemuruh, berunjuk rasa, memprotes semesta:
Jangan ada lagi, bunga luruh sebelum waktunya!

Solo, 02092020
Persembahan untukmu, para dokter Indonesia…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here