Meminta Restu Ibu
Izinkan aku berkelana
Ke negeri para peziarah
Mengupas ayat-ayat
Merajutnya menjadi pakaian
Untuk kau kenakan, di hari kebangkitan
Ketika udara sedingin tidak dikira
Hingga sepanas tidak dihingga
Izinkan aku mengembara
Ke jalan rindu dikenang
Sebagai kalam-kalam
Di lautan yang mu’rob
Mengenal kemabnian
Izinkan aku mengenang Ibu dalam doa-doa
Di ladang yang jauh
Persis di pusara restumu
Aku berteguh-sandar
Bandar Lampung, Oktober 2022
Malam Ketika Aku Diantar Bapak
Ingatkah kau, ketika sehabis surup
Kau mengajariku memakai sarung
Memakaikanku penutup kepala
Menuntunku ke barisan paling belakang
Menyuruhku diam dan ikuti
Ingatkah kau,
ketika aku mulai membuka mata
Kau menimangku dengan bangga
Kau mengazaniku sebelum aku bisa bersuara
Setelah kurengkuh restu Ibu
Dan kuamini doa-doamu
Ketika menempuh suluk
Di ribaan Ilahi
Aku siap pergi
Dan pada malam aku diantar bapak
Aku mengingat wangi punggungmu
Kudengar detakmu berusaha rela
Kuhitung langkahmu mulai menjuntai reda
Kutitip rindu pada lapang dadamu
Dan pada malam aku diserahkan
Aku menerka-nerka,
Waktu yang tepat
Untuk dirimu datang menyediakanku
Jalan pulang
Bandar Lampung, Oktober 2022
Sumpah Seorang Santri pada Negerinya
Namaku santri, mengalir darahku
dari sungai-sungai
Air susumu
Aku bersumpah, demi muara segala hidup
Yang hidupku ditangani kehendakNya
Dari tanah ini aku dibentuk
Akan kupulangkan nafasku padanya
Namaku santri, warnaku api
kepalaku bara, debar jantungku menyebut satu bangsa
Aku bersumpah, demi Al Hujurat ke 13
aku hidup dalam satu rasa
Satu gembira dan satu sengsara
Satu warna terang atau gelap gulita
Namaku santri, di bait terakhir puisi ini
Kuikrarkan pada seluruh alam semesta
Demi Yang menguasai seluruh bahasa
Yang mendengar doa dalam segala rupa
Kutegaskan tuturku
Kuteguhkan lidah bibirku
Menyampaikan bahasa ini padamu
Bandar Lampung, Oktober 2022