Gemintang adalah hiasan yang mengisi kekosongan Jumantara. Tanpa Gemintang, Jumantara hanyalah langit hitam tanpa cahaya. Gemintang lupa, kalau cahayanya kalah dengan Bulan yang sinarnya mampu menerangi langit bahkan tanpa adanya Bintang.
Rasi Gemintang, perempuan berparas manis yang diam-diam memendam perasaan cinta kepada Jumantara Samudera, lelaki yang sudah bertahun-tahun menjadi sahabatnya. Gemintang mencintai Jumantara dengan tulus, meskipun ia tidak berani menyatakan perasaannya. Berada di sisi Jumantara saja sudah membuat Gemintang senang, dia tidak ingin Jumantara menjauh hanya karena perasaannya. Gemintang rela memendam perasaan supaya bisa terus dekat dengan Jumantara.
Gemintang lupa, kalau Jumantara bisa saja mencintai perempuan lain. Dan ketakutan Gemintang terjawab saat mereka memasuki kelas 2 Sekolah Menengah Atas, di mana ada murid baru yang berhasil menarik perhatian Jumantara. Gemintang tidak bodoh untuk melihat tatapan Jumantara yang seperti orang jatuh cinta, apalagi saat tahu kalau perempuan yang disukai Jumantara tidak bisa Gemintang benci sekalipun ia ingin.
“Aku ingin bertanya sesuatu,” ujar Gemintang ke arah Jumantara yang sibuk menatap langit malam. Keduanya tengah bersantai di Gazebo yang berada di depan rumah Jumantara. Rumah Gemintang dan Jumantara bersebelahan, jadi hampir setiap hari mereka akan bersama.
“Mau bertanya apa? Tumben, biasanya juga langsung bertanya,” ujar Jumantara heran.
“Kamu suka ya, sama Rembulan?” tanya Gemintang seraya menahan nafas bersiap menerima jawaban yang sebenarnya tidak ingin dia dengar.
“Iya, kamu tahu sendiri kan aku belum pernah pacaran atau suka sama perempuan. Tapi entah kenapa saat melihat Rembulan, aku bisa langsung jatuh cinta,” ujar Jumantara seraya tersenyum menatap langit.
Gemintang meremas ujung bajunya erat, kepalanya mendongak menahan bulir bening yang sudah berkumpul di matanya.
“Kenapa harus Rembulan?” Tanya Gemintang pelan.
“Kita tidak bisa memilih kepada siapa akan jatuh cinta, begitu juga aku. Rembulan punya daya tarik sendiri yang membuat aku langsung jatuh cinta sejak pandangan pertama.”
Sakit. Tentu saja! Bertahun-tahun Gemintang memendam, berharap Jumantara memiliki perasaan yang sama. Namun ternyata, Jumantara malah mencintai orang lain.
“Gimana caranya supaya aku bisa terus dekat Rembulan ya, Gem?” Tanya Jumantara yang lagi-lagi membuat Gemintang merasa terluka.
“Aku kan belum pernah pacaran juga,” ujar Gemintang yang berusaha terlihat biasa.
Jumantara tertawa pelan, “Iya juga, ya.”
Jika boleh egois, Gemintang ingin memiliki Jumantara hanya untuknya. Gemintang tidak ingin Jumantara jatuh cinta kepada perempuan lain.
Sejak percakapan mereka kala itu, Jumantara semakin gencar mendekati Rembulan dan direspon baik oleh perempuan itu. Gemintang merasa Jumantara semakin jauh untuk ia gapai. Jumantara tidak pernah lagi berangkat sekolah atau pulang sekolah bersama, tidak lagi makan bersama di kantin, tidak lagi mampir ke rumah Gemintang. Semua perhatian Jumantara beralih ke Rembulan.
Bulan kedua di malam hari, tiba-tiba Jumantara datang dengan senyum merekah, menghampiri Gemintang yang sedang melamun di depan teras rumah.
“Gem, aku punya kabar gembira, lho,” ujar Jumantara yang membuat Gemintang tercekat, dia seakan bisa menebak apa kabar apa yang akan diucapkan oleh Jumantara.
“Ada apa?” tanya Gemintang berusaha biasa.
“Aku udah jadian sama Rembulan, Gem! Akhirnya usaha aku selama 2 bulan ini membuahkan hasil!” ujar Jumantara dengan senyum semakin merekah, tidak menyadari raut wajah Gemintang yang berubah.
“Wa-wah, selamat ya,” ujar Gemintang kaku.
“Iya, kamu juga cari pacar dong, Gem. Supaya nanti kita bisa double date,” ujar Jumantara semangat.
Andai Jumantara tahu, Gemintang sangat mencintainya dari dulu.
“Aku mau fokus sekolah dulu.” Ujar Gemintang pelan. “Aku tak ingin berpacaran.”
“Kan biar ada penyemangat, Gem!” Ujar Jumantara.
‘Jumantara, kamu adalah penyemangat ku selama ini, tidakkah kamu menyadari bahwa aku begitu mencintai kamu?’ Gemintang ingin menyatakan perasaan yang terus mengganggunya, namun ia tidak bisa merusak kebahagiaan Jumantara.
“Kalau kamu sudah pacaran sama Rembulan, nanti kita tidak bisa main bareng lagi, ya?” tanya Gemintang pelan.
“Masih dong Gem, kan kamu sahabat aku dari kecil.”
Kenyataannya, ucapan Jumantara hanyalah penenang. Lelaki itu tidak pernah meluangkan waktu untuk Gemintang, bahkan untuk sekedar menyapa saja terlihat enggan, perhatian lelaki itu hanya tertuju kepada Rembulan, seakan tidak mempunyai sahabat yang menemaninya dari kecil. Gemintang yang tidak memiliki teman lain selain Jumantara jelas merasa kesepian.
Di pojok Kantin, Gemintang menatap meja yang berada di tengah kantin dengan sepasang sejoli yang sedang tertawa bahagia, biasanya Gemintang yang membuat Jumantara tertawa, kini posisinya tidak lagi berarti, seperti orang asing.
‘Jumantara, kita berada di bawah langit yang sama, tapi kenapa seakan kamu jauh dalam jangkauanku? Jumantara, andai Rembulan tidak pernah datang, akankah ada kesempatan untuk aku menyatakan perasaan? ‘
—
Di sore yang hujan, tiba-tiba Jumantara datang dengan wajah seperti menahan emosi, yang membuat Gemintang bingung karena ini kali pertama dia melihat Jumantara seperti itu. Tanpa menunggu Gemintang berbicara, Jumantara melempar sebuah buku diary bersampul biru langit, diary yang kemarin Gemintang cari-cari, kenapa bisa ada di tangan Jumantara?
“Kenapa kamu harus suka sama aku, Gemintang? Kamu tahu kalau aku hanya menganggap kamu sahabat dan adik, kenapa kamu begitu keterlaluan?”
Gemintang terkejut, dia tidak masalah kalau Jumantara tahu perasaannya, tapi Gemintang tidak menyangka kalau Jumantara akan berkata seperti itu.
“Kata kamu, kita tidak bisa memilih kepada siapa akan jatuh cinta. Memangnya aku salah karena cinta sama sama kamu?”
“Tapi tidak dengan aku Gem. Kita sudah bersahabat dari kecil, apa tidak ada lelaki lain yang bisa kamu cintai? Gara-gara buku itu, Rembulan marah dan menyangka kalau kita ada hubungan lebih.”
Lagi-lagi karena Rembulan, tidakkah Jumantara memikirkan perasannya juga?
“Apa segitu buruknya aku sampai kamu bahkan tidak mau dicintai oleh perempuan seperti aku? Sejak Rembulan datang, kamu banyak berubah, Jumantara,” ucap Gemintang lirih.
“Aku menganggap kamu tidak lebih dari sahabat Gem, kamu tidak seharusnya memiliki perasaan lebih dari itu. Dan soal Rembulan, dia tidak salah, aku yang lebih dulu mendekatinya”
Gemintang tidak tahu sejak kapan air matanya turun deras bersamaan dengan hujan yang semakin deras juga.
“Jika bisa memilih, aku tidak akan mencintai kamu Jumantara. Kamu memilih orang baru dan meninggalkan aku yang menemani kamu selama bertahun-tahun, bagaimana jika kamu merasakan di posisi aku?” tanya Rembulan frustrasi.
“Gemintang, aku tidak pernah mencintai kamu,” ucap Jumantara tegas.
Sakit, hati Gemintang seraya diremas-remas dengan kencang.
“Bukannya kamu berjanji akan terus ada meskipun sudah pacaran dengan Rembulan?” tanya Gemintang.
“Aku tidak pernah berjanji, kamu sendiri yang terlalu memasukkan ke hati. Aku rasa cukup di sini persahabatan kita, tidak ada lagi yang bisa diselamatkan karena kamu sudah memakai perasaan.”
Gemintang menggeleng, “Kamu tega sama aku?”
“Aku mencintai Rembulan, melepas kamu adalah janjiku kepadanya.”
Jumantara berlari menerobos hujan tanpa mempedulikan badannya basah dan tanpa mempedulikan Gemintang yang menangis histeris.
Hilang. Satu-satunya orang yang selalu ada untuk Gemintang memilih pergi. Gemintang sendirian, lagi.
‘Jumantara, tidakkah kamu kasihan? Bukankah dulu kamu pernah berjanji untuk selalu ada menemani, kenapa sekarang kamu memilih pergi?’
Gemintang berjalan ke arah jalan raya tanpa mempedulikan bajunya yang basah, dia tidak lagi memiliki tujuan hidup. Satu-satunya tujuan hidup Gemintang memilih pergi, lalu untuk apalagi Gemintang masih bertahan.
Gemintang seperti orang linglung yang berjalan di tengah jalan raya, sinar lampu mobil dan suara klakson tidak membuat Gemintang menghindar, sebaliknya gadis itu merentangkan tangan dengan mata tertutup.
BRUK!
“KAMU GILA?!” Teriakan amarah itu mengembalikan kesadaran Gemintang.
“Kenapa kamu menolong aku? Seharusnya kamu biarkan aku mati tadi!”
Lelaki itu mengguncang baju Gemintang, “SADAR! DENGAN KAMU MATI APA SEMUA AKAN SELESAI BEGITU SAJA?”
Gemintang menangis kesakitan, dia tidak tahu harus mengadu kepada siapa, tidak ada lagi tempat untuk pulang.
Lelaki itu menatap Gemintang, menyalurkan perasaan hangat yang membuat Gemintang sedikit tenang.
“Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah, justru malah akan membuat masalah baru. Tuhan akan marah kalau kamu memilih menyia-nyiakan hidup dengan seperti itu.”
“Tapi Tuhan jahat sama aku …”
“Shutt … Tuhan tidak pernah jahat, itu cara Tuhan menguji Hamba-Nya. Kalau kamu lulus ujian itu, kamu akan menjadi perempuan yang hebat,” ujar lelaki itu lembut.
“Percayalah, bahkan untuk pertemuan kita juga merupakan takdir-Nya.”
“Namaku Bumi Angkasa.”
Gemintang menatap Bumi, “Rasi Gemintang.”
Pertemuan Gemintang dan Bumi bukan tanpa alasan, Semesta sengaja mempertemukan kedua insan untuk saling melengkapi. Bumi membantu Gemintang menyembuhkan luka. Dan Gemintang menyinari Bumi dengan cahaya kecilnya.
Tapi untuk cinta … ah, tampaknya waktu yang akan menjawabnya.