Sobat Filmi tentu sudah sangat memahami, bahwa tujuan utama diturunkannya syariat berpuasa di bulan Ramadan adalah agar kita semua menjadi orang-orang yang bertakwa. Kata takwa ini sangat populer dalam Al-Quran, disebut sebanya 232 kali, menunjukkan betapa pentingnya ketakwaan tersebut. Apakah takwa itu? Seseorang pernah bertanya kepada Abu Hurairah, tentang apa itu takwa. Maka jawab Abu Hurairah adalah: “Apakah engkau pernah melewati sebuah jalan dan kau melihat jalan itu penuh dengan duri? Apa yang akan kau lakukan untuk melewatinya?” Orang itu menjawab, “Jika aku melihat duri, maka aku menghindarinya dan berjalan di tempat yang tidak ada durinya, atau aku langkahi duri-duri itu, atau aku mundur.” Abu Hurairah cepat berkata, “Itulah dia takwa!” (HR Ibnu Abi Dunya).
Berdasarkan pernyataan tersebut, definisi takwa adalah semacam penjagaan diri, atau kontrol diri seseorang terhadap hal-hal yang sifatnya buruk. Sikap dan tindakan seseorang untuk hati-hati dan tidak mau terjebak dalam perbuatan yang akan merusak dirinya. Aspek-aspek ketakwaan tentu ada banyak. Di antaranya adalah empat aspek takwa yang diungkapkan oleh Ali bin Abi Thalib r.a. ini. Menurutnya, takwa ada empat aspek.
Pertama, Al-Khaufu minal-Jalil, merasa takut kepada Al-Jalil. Al-Jalil adalah salah satu asma Allah yang berarti bahwa Allah mempunyai sifat Maha Agung, keagungan seluas-luasnya, sehebat-hebatnya, sedahsyat-dahsyatnya. Tak ada satu pun sesuatu di alam semesta ini yang melebihi keagungan-Nya. Semua, selain Allah adalah kecil. Jadi, orang yang bertakwa tidak akan takut kepada siapapun, kecuali Allah SWT.
Kedua, Al-‘Amalu bi At-Tanzil. At-Tanzil adalah sesuatu yang diturunkan secara berangsur-angsur yaitu Al-Quran. Orang yang bertakwa akan melakukan amal berdasarkan dengan apa diwahyukan oleh Allah Swt. Juga hadist-hadist shahih yang salah satu fungsinya adalah penjelas dari ayat-ayat Al-Quran tersebut. Seorang yang bertakwa akan mendasari segala aspek hidupnya dalam perspektif wahyu. Saat ini, banyak sekali pemikiran-pemikiran bertentangan dengan At-Tanzil, dan bahkan dianut oleh sebagian umat Islam itu sendiri. Misal tentang isu pelegalan pernikahan sejenis, yang jelas-jelas dilarang dalam ajaran agama ini. Orang yang bertakwa, tentu tidak akan terjebak dalam pola pikir yang mendestruksi wahyu.
Ketiga, aspek Ar-Ridha bil-Qalil, yaitu merasa cukup dan ridha meskipun dengan sesuatu yang kecil, atau sedikit (Al-Qalil). Maksudnya, orang bertakwa tidak akan berlebih-lebihan, tidak ambisius mengejar kekayaan, dan merasa cukup dengan apa yang ada. Bukan berarti orang bertakwa tak boleh kaya. Tetapi kekayaan itu digunakan sebaik-baiknya untuk kebaikan.
Al-Isti`dadu li Yaumir-Rahil, yaitu sentiasa mempersiapkan bekal untuk menghadapi Yaumir Rahil, yakni hari keberangkatan, maksudnya kematian, saat berangkat menghadap Allah SWT. Setiap saat, kehidupan orang bertakwa disibukkan dengan memperbanyak bekal menuju kematian, sehingga akhir hayatnya adalah kematian yang indah, husnul khatimah.
Dari empat aspek tersebut, yuk kita introspeksi, sudahkah kita menjadi orang yang bertakwa?