“Yah, tidak dimuat lagi, deh.” Fani menutup majalah dengan kecewa.
Seperti biasa setiap hari Minggu, Fani akan sibuk membaca majalah dan koran. Selain untuk mengecek apakah ada tulisannya yang tayang, dia juga belajar dari karya-karya yang sudah dimuat di sana.
Fani adalah murid kelas enam di SDN Nusa Indah, di Jepara. Fani sangat suka menulis. Dia selalu rajin berlatih menulis. Dia ingin suatu hari, tulisannya bisa tayang di media cetak. Karena itu, dia selalu rajin mengirimkan tulisannya ke berbagai media cetak di Indonesia.
Selain rajin mengirim tulisan ke media cetak, Fani juga sering ikut lomba menulis. Beberapa bulan lalu Fani bahkan ikut lomba menulis yang diadakan salah satu penerbit besar di Indonesia. Hanya saja, sampai sekarang belum ada tulisan Fani yang tampil di media cetak, atau menjadi pemenang lomba. Meski begitu Fani tidak pernah menyerah.
“Ada apa, Sayang?” tanya sang ibu yang melihat putrinya terdiam sambil memegang majalah.
“Ini, Bu. Tulisan Fani tidak dimuat lagi. Sepertinya Fani masih harus belajar lebih giat, agar tulisan Fani lebih baik.” Fani menjelaskan pada ibunya sambil memamerkan senyum manisnya.
“Kamu benar, Sayang. Yang penting terus belajar dan mencoba.” Ibunya membenarkan.
“Oh iya, Bu. Tentang masalah menulis, Fani berencana mau ikut pelatihan menulis. Kemarin, Fani lihat ada pengumuman soal pelatihan menulis di sekolah. Kalau tidak salah pelatihan tersebut dilakukan hari Senin sepulang sekolah. Fani boleh, ikut kan, Bu?” Fani meminta izin.
“Tentu boleh dong. Ibu selalu mendukung kamu.” Ibunya tersenyum.
“Yang terpenting kamu tidak melupakan soal tugas sekolah, ya.”
“Siap, Bu.”
Keesokan harinya, saat acara pelatihan menulis dimulai, Fani mendengarkan penjelasan dari Bu Susi, pembimbing kelas menulis, dengan saksama. Dia juga mencatat hal-hal yang menurut Fani penting.
“Jadi, anak-anak, dalam menulis kita harus memerhatikan struktur bahasa yang baik dan benar. Kita harus memehatikan tata bahasa yang baik dan benar. Kita juga perlu mempelajari bahasa baku dan tidak baku. Tidak ketinggalan adalah soal tanda baca dan cara membuat kalimat langsung atau tidak langsung.” Bu Susi menjelaskan panjang lebar.
“Sedang untuk menambah pengalaman, maka kita harus banyak membaca. Kita harus mempelajari tulisan-tulisan yang sering dimuat di koran dan majalah, mau membaca tulisan yang kerap jadi juara dalam lomba, sehingga kita akan mengetahui gaya tulisan yang disukai redaksi dan juri.” Bu Susi menambahkan.
Ucapan Bu Susi sangat memotivasi Fani. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menyerah dan terus mencoba, apa pun hasilnya. “Semangat!” teriak Fani.
Di kamar, Fani menulis cerita lagi, yang akan dikirim ke media cetak hari ini. Dia juga sudah menyiapkan sebuah tulisan untuk dikirim pada lomba cerita anak yang diadakan Dinas Pendidikan Bandar Lampung, meski belum selesai sempurna.
“Semoga kali ini bisa berhasil.” Doa Fani sungguh-sungguh. Dia merapalkan tangannya dan memejamkan mata berdoa dengan khusyuk. Akan tetapi, lagi-lagi Fani harus menerima kekecewaan.
“Bagaimana sayang? Ada nama kamu, kah?” tanya ibunya hati-hati.
Fani menggeleng pelan. “Nggak ada, Bu.” Suara Fani terlihat sangat sedih.
“Sepertinya tulisan Fani belum menarik bagi redakturnya.” Fani menunduk.
“Sudah tidak apa-apa. Kan masih ada hari esok. Kamu belajar lagi, ya. Tetap semangat dan mencoba.” Ibunya memberi motivasi.
“Kamu ingatkan dengan kisah perjuangan Nabi Muhammad? Berapa kali beliau ditolak saat menyebarkan Islam. Tapi beliau tetap berjuang dan berusaha. Dan akhirnya, banyak suku Quraiys yang mulai masuk Islam.” Sang ibu mengusap lembut rambut Fani.
“Benar juga, Bu. Terima kasih ya, Bu.” Fani memeluk ibunya dengan erat.
Sejak hari itu, Fani terus belajar menulis lebih giat. Dia juga tetap giat mencoba mengirim naskah ke koran dan ikut lomba menulis jika ada. Ia akan mencontoh semangat dakwah Nabi Muhammad yang tidak mudah putus asa. Meskipun banyak cobaan, Rasulullah selalu tegar. Rasulullah memang teladan terbaik.
Hingga suatu hari, bertepatan dengan ujian semester di sekolah, Fani menerima email, yang menyatakan bahwa dirinya terpilih sebagai juara ketiga lomba menulis, yang diadakan salah satu penerbit besar di Indonesia. Selain itu, salah satu cerpen yang dia kirim, akhirnya dimuat di koran Solo Post.
Fani sungguh bersyukur. Ternyata usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Karena ketekunannya, Fani akhirnya bisa meraih impiannya.
Terima kasih, Fani, sudah memotivasi. Hehe. Semangat terus.
Terima kasih kembali Mbak. Semangat terus kayak Fani, ya. 😁☺