Bisa dikatakan bahwa dunia sekarang ini disebut sebagai dunia gadget. Bukan tanpa alasan banyak orang menyebut seperti itu karena memang dalam keseharian tidak bisa lepas dari benda satu itu, lebih khususnya handphone. Benda kecil yang bisa membuat kelimpungan kalau tertinggal di rumah pada saat bepergian. Seakan sudah tidak bisa melakukan apa-apa karena semua hal sudah ada di handphone itu. Benda dalam genggaman itu seakan sudah menelan semua dunianya. Mulai dari chatting, berselancar di dunia maya, bertransaksi, mencari hiburan, bermain games, dan masih banyak hal lain yang hanya bisa dilakukan.
Hampir semua orang memang membutuhkan handphone, tapi bagaimana caranya agar handphone hanya sebagai alat dan bukan sebaliknya, memperalat kita. Kapan benda mati tersebut dikatakan bisa memperalat penggunanya? Pada saat penggunanya terlena dan hanya fokus pada handphone tersebut. Waktunya banyak terbuang sia-sia. Yang seharusnya produktif malah hanya scroll medsos yang sebenarnya tidak perlu seharian. Makanya ada istilah mager, malas gerak. Istilah yang sangat popular di kalangan anak muda itu menunjukkan bahwa orang tersebut tidak ingin melakukan apapun. Dan ada juga istilah kaum rebahan, orang-orang yang memang lebih suka santai rebahan ketimbang beraktivitas. Bagaimana bisa dua istilah itu muncul dan popular? Bisa dipastikan ada hubungan antara handphone dengan budaya mager dan kaum rebahan.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia ) arti kata mager berarti malas (ber)gerak; enggan atau sedang tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas. Kata mager biasa digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sedang enggan atau tak bersemangat dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan kaum rebahan terdari dari dua kata yaitu, kaum dan rebahan. Kaum merujuk pada arti sekelompok orang sedangkan rebahan berasal dari kata rebah yang artinya bergerak dari posisi berdiri ke posisi jatuh dan terbaring (seperti orang, pohon); terletak berbaring; roboh; tumbang. Kaum rebahan bisa dikatakan memiliki kebiasaan hanya tiduran tanpa aktivitas berarti.
Mungkin handphone inilah salah satu bentuk penjajahan zaman sekarang. Berperang disini bukan melawan para penjajah secara fisik tetapi dengan dicekoki berbagai macam aplikasi dan konten yang tidak sedikit efek buruknya, salah satunya memicu munculnya culture strike (penyerangan dari sisi budaya). Beberapa hal yang masuk dalam culture strike yaitu 3 F (Food, Fashion, and Fun).
Food, Culture strike yang satu ini menjadikan budaya makan generasi Z “menyimpang.” Contohnya Mukbang yang sangat popular di kalangan anak muda. Mukbang merujuk pada salah satu jenis tontonan yang menampilkan seseorang yang sedang makan dengan porsi jumbo. Bukan hanya jumbo, kadang mukbang juga mengacu pada makanan ekstrem, seperti mie yang sangat pedas atau bahkan makan cabe dalam jumlah besar. Ahli diet Theresa Kinsella mengatakan kepada The New York Times, “Risiko kesehatan jangka pendek (mukbang) adalah ketidaknyamanan fisik, gangguan pencernaan, lesu, dan kelelahan.” Dia menambahkan, dalam jangka panjang, bahaya mukbang bisa menyebabkan kenaikan berat badan, penyakit jantung, dan diabetes. Selain mukbang, ada juga konten makanan yang menyajikan makanan yang tidak halal, misalnya daging babi. Bagi remaja yang masih labil, bisa jadi mereka hanya mengekor dan tidak begitu mempedulikan hal-hal yang terkait dengan larangan agama.
Fashion. Yang tak kalah mengerikan bahayanya dari culture strike food, adalah fashion. Fashion menjadi salah satu budaya yang diserang oleh penjajah masa kini. Pakaian yang fungsi dasarnya adalah untuk menutup aurat bergeser arti menjadi suatu identitas yang menunjukkan siapa jati dirinya. Pakaian yang nyleneh menjadi hal yang ingin ditonjolkan untuk lebih “dilihat.” Muncul Citayam Fashion Week salah satunya. Muncul tokoh Jeje Slebew, Bonge, dan Roy juga merupakan ikon dari Citayam Fashion Week tersebut. Untuk bisa eksis, generasi Z melakukan segala cara. Cara berpakaian dalam Citayam Fashion Week memang tidak memandang harga, hanya saja tidak semua fashion yang ditampilkan sesuai dengan budaya timur. Selain itu, rambut yang warna-warni kadang hanya latah meniru budaya Barat. Westernisasi yang hanya kulitnya saja. Agar terlihat kebarat-baratan. Pakaian yang tidak wajar juga ditampilkan di sana bahkan ada pria yang memakai pakaian menyerupai wanita. Hal ini tentu saja sudah melenceng dari fungsi dasar pakaian itu sendiri.
Fun. Yang diburu oleh kawula muda saat ini salah satunya adanya hidup bersenang-senang tanpa batas. Yang penting mereka bahagia tanpa melihat bahwa kebahagiaan mereka semu. Sebagian besar waktu digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, misalnya nongkrong dengan teman-temannya, balapan motor, joget-joget di klub malam, atau menjadi bagian dari kaum rebahan yang menghabiskan waktunya dengan gadget mereka. Ada juga yang sibuk membuat konten yang membahayakan nyawanya sendiri seperti konten hadang truk. Mereka sampai bersedia menggadaikan nyawanya demi satu kata, viral. Alangkah murahnya harga sebuah nyawa.
Kini, sudah saatnya kaum muda untuk membuka mata dan menyiingsingkan lengan baju untuk menata masa depan. Bukan hanya menjadi generasi pengekor, melainkan menjadi generasi pelopor. Masa depan tidak bisa diraih dengan mager dan menjadi bagian dari kaum rebahan. Nyawa juga terlalu berharga untuk ditukar dengan kata viral. Makanan yang dikonsumsi akan berimbas pada kesehatan, pakaian yang dikenakan juga menunjukkan siapa kita. Jadi, jangan hanya ikut-ikutan. Generasi yang kuat adalah generasi yang memiliki prinsip. Semangatlah wahai kaum muda untuk perubahan dan masa depan.
Keren👍
Maksih bestie 🥰
Duh jadi kian berat tugas ortu pada anak remaja jaman now yah, sebagai ortu merasa tertampar juga nih
Betul sekali. Harus bisa bentengi anak2 dari hal2 negatif, seperti culture strike
Mantap Kak. Lanjutkan!
Baik kak 🙏
Ulasan yang keren dan kekinian, mantab betul alias mantul. Barakallah.
Makasih kak
Setuju. Serangan 3 F bener-bener ngeri. Dan sayangnya orang2 seperti menikmatinya.
Yess.. jangan terbawa arus
Iya!
🙄
Tapi ponsel sebagai ‘alat’ ortu atau manusia dewasa untuk ‘mendiamkan’ anak yang misalnya rewel ( fenomena itu yang Aq lihat sekarang)
Atau bisa jadi anak yang diperalat ortu agar terbiasa dengan gadget?
*auto bingung dengan jaman yang katanya era teknologi kini
(Maaf! Malah curcol ^_^ betewe good article👍
Betul Bu. Tugas kita untuk mnempatkan ponsel pada tempatnya sehingga tidak menggantikan posisi kita sebagai orang tua.
Makasih Bu atas apresiasinya.
Minta tips pencegahan sejak dini Ibu..
Memberikan anak permainan yang tidak melibatkan hand phone. Orang tua harus kreatif, itu yang kadang jadi kendala.