Saya yakin setiap orang pernah merasa kesal dan marah ketika sedang berhadapan dengan kejadian yang membuat suasana hati menjadi kacau. Kemarahan, pada dasarnya adalah hal yang sangat manusiawi. Namun, kemarahan yang berlebihan dapat menimbulkan dampak yang buruk, baik dampak yang bersifat jasmani maupun rohani.
Dampak kemarahan yang paling fatal adalah tercerai-berainya hubungan antar sesama manusia. Dari yang semula baik-baik saja dan harmonis menjadi hancur berantakan gara-gara tidak mampu mengendalikan kemarahan. Bahkan, nyawa seseorang bisa melayang dalam sekian menit akibat kemarahan yang tak terkendalikan. Oleh karenanya, mengendalikan kemarahan adalah suatu keniscayaan bagi siapa saja.
Dalam tulisannya (Republika.co.id, 24/5/2020) Ahmad Satori Ismail menjelaskan, kemarahan adalah ketegangan jiwa yang muncul akibat penolakan terhadap apa yang tidak diinginkan, atau bersikukuh dengan pendapat tertentu tanpa melihat kesalahan atau kebenarannya.
Kita mungkin pernah mendengar satu nasihat Rasulullah Saw. yang intinya mengajarkan umatnya agar jangan marah. Hamza Yusuf dalam Purification of The Heart (2017) menjelaskan, menurut para ulama, seperti Imam Al-Nawawi dan lain-lain, ketika Rasulullah Saw. berkata, “Jangan marah,” maksudnya adalah tidak membiarkan kemarahan menguasai seseorang dan membuatnya kehilangan tata krama. Dengan kata lain, jangan menjadi contoh perwujudan amarah sedemikian rupa sehingga orang hanya melihat kemurkaan Anda. Sebaliknya, kendalikanlah amarah dan jangan pernah kehilangan kendali.
Perihal pentingnya mengendalikan kemarahan, Samih Abbas dalam Al-Hikam Al-Nabawiyyah (2016) membeberkan hadits riwayat muttaffaq ‘alaih. Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang kuat bukan orang yang menang dalam perkelahian; orang yang kuat adalah yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.” Hadis ini pada dasarnya memperingatkan kita agar tidak marah. Lebih utama jika mampu menguasai diri, bijaksana, sabar, lemah lembut, berpikir rasional, tidak bicara kasar, dan menyerahkan masalah-masalah hukum kepada pihak yang berwenang.
Kemarahan itu Merugikan Kesehatan
Percaya atau tidak, kemarahan yang tidak terkendali dapat memicu datangnya penyakit. Terlebih bila kemarahan tersebut telah menjadi karakter seseorang. Setiap ada kejadian yang membuat hati tak enak, ia selalu marah-marah. Misalnya, ketika istri atau anaknya berbuat kesalahan, langsung marah-marah. Ketika ada saudara atau tetangga yang bersikap tidak menyenangkan, tanpa tedeng aling-aling ia langsung mencak-mencak, meluapkan amarahnya hingga berjam-jam bahkan berhari-hari.
Dalam tulisannya (Kompas.com, 25/1/2021), Mahardini Nur Afifah menjelaskan bahwa marah berlebihan yang tidak terkontrol ternyata dapat memicu konflik dan berbahaya bagi kesehatan. Beberapa efek buruk marah bagi kesehatan antara lain: meningkatkan risiko penyakit jantung, meningkatkan risiko stroke, menurunkan daya tahan tubuh, memperburuk gangguan kecemasan, dan merusak paru-paru.
Islam mengajarkan umatnya agar bersikap tenang dan sabar. Termasuk saat hati sedang dikuasai oleh kemarahan. Diam sejenak adalah salah satu cara yang efektif untuk mengendalikan kemarahan. Usahakan tubuh kita jangan dalam posisi berdiri saat amarah sedang menguasai hati. Duduklah, tenangkan hati dan pikiran, jauhkan mata dari hal-hal yang menjadi penyebab atau pemicu kemarahan tersebut.
Mengapa ketika marah kita dianjurkan untuk duduk dan menghindari posisi berdiri? Ahmad Satori Ismail (Republika.co.id, 24/5/2020) menjelaskan bahwa dampak kemarahan akan semakin parah saat dalam keadaan berdiri, karena semua urat dan otot mengencang sehingga meningkatkan jumlah hormon adrenalin. Keadaan seperti ini bisa mengakibatkan penyakit kanker. Berbeda kalau dia duduk, maka adrenalin akan menurun.
Duduk saat marah sejatinya termasuk ajaran dalam Islam. Hamza Yusuf dalam Purification of The Heart (2017) menjelaskan, Nabi Saw. juga menasihati bahwa jika seseorang menjadi marah, ia harus duduk. Dan jika ia marah saat sedang duduk, ia harus berbaring. Jika satu pun dari hal itu tidak membantu, ia mesti berwudu dan kemudian melakukan salat atau berdoa. Amarah sering nampak pada wajah, yang menjadikan tampak merah dan cenderung memanas, dengan membasuhkan air ke wajah akan mendinginkan tubuh, hati serta pikiran.
Tetap tenang dan bersabar ketika kemarahan sedang menguasai jiwa mestinya selalu kita upayakan dengan segenap tenaga kita. Jangan sampai kemarahan menjadi kebiasaan atau ciri khas kita. Jangan sampai kita memiliki kebiasaan buruk yang akan membuat orang lain tidak respek pada kita, yakni selalu meluapkan kemarahan ketika terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan hati atau tidak sesuai harapan kita. Wallahu a’lam bish-shawaab.
***
*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas mukim di Kebumen.