Meningkatkan Minat Baca Masyarakat Indonesia, Bagaimana Caranya?

0
30

Ketika saya mencoba mencari informasi tentang minat baca masyarakat Indonesia, saya menemukan sebuah hasil survey yang cukup menarik, yakni survey dari Perpusnas. Menurut data dari Perpusnas, ada kecenderungan minat baca rakyat Indonesia naik. Pada tahun 2017-2019 misalnya, menurut survei dari Perpustakaan Nasional, ada kenaikan angka Tingkat Kegemaran Membaca selama 3 tahun berturut-turut, yaitu 36,48  (2017), 52,92  (2018) dan 53,84 (2019).

Tahun-tahun berikutnya,ternyata TGM bangsa kita juga semakin naik. Dilansir dari dataindonesia.id (2023), berdasarkan data dari Perpusnas tersebut, Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) masyarakat Indonesia pada tahun 2022 meningkat 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Skor pada tahun 2021 adalah 59,52 sedangkan tahun 2022 naik menjadi 63,9. Yogyakarta menjadi wilayah dengan skor TGM tertinggi (72,29 poin), dan terendah adalah Papua Barat yang hanya 54,81 poin. Sebagai informasi, rentang skala TGM adalah antara 0 hingga 100. Jadi, bisa dikatakan, saat ini wilayah yang masyarakatnya paling banyak membaca adalah Yogyakarta, sementara yang paling jauh dari buku adalah Papua Barat.

Meskipun ada kenaikan, harapan kita bahwa bangsa Indonesia bisa menduduki posisi atas sebagai bangsa yang paling ramah literasi, ternyata masih cukup jauh. Skor TGM yang nilainya 63,9 ini tak berbeda jauh dengan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Indonesia yang pada tahun 2022 juga baru 64,48 dari skala 1-100.

Okay, bukan angka yang buruk, tetapi juga tidak bagus. Bahkan, angka 65 di beberapa sekolah, sebenarnya belum masuk kriteria ketuntasan minimal alias KKM, kan?

Ada satu data lain dari Unesco yang membuat kita mengerutkan kening, yakni bahwa indeks minat baca di Indonesia baru 0,001 yakni dalam 1000 orang, hanya ada satu yang suka membaca. Sobat Filmi suka membaca? Asyik dong, berarti Sobat adalah si sosok “satu dalam seribu”, alias makhluk langka di negeri ini. Memang sih, sekilas, jika kita melihat di ruang-ruang tunggu, restoran, bandara, stasiun, terminal, dan sebagainya, sangat jarang terlihat orang memegang buku. Ini berbeda dengan di negeri-negeri yang TGM-nya tinggi. Tak usah jauh-jauh, di Singapura misalnya, pemandangan seseorang membaca buku di tempat-tempat umum termasuk hal biasa.

Data yang saya paparkan di atas adalah masyarakat Indonesia secara umum. Bagaimana dengan para pelajar di Indonesia? Ternyata juga sama-sama memprihatinkannya. Berdasarkan hasil survey dari Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018, yang menitikberatkan pada kemampuan siswa dalam membaca, sains, dan matematika, skor Indonesia tergolong rendah karena berada di urutan ke-74 dari 79 negara. Dari survey ini, kemampuan siswa Indonesia dalam membaca hanya mendapatkan skor 371. Survei PISA 2018 ini menurut kemdikbud.go.id (2019) melibatkan 12.098 siswa kelas 7 hingga kelas 12 dari 397 sekolah di Indonesia.

Ketika saya mencoba menulis artikel ini, bukan berarti saya sinis terhadap bangsa sendiri, lho! Justru saya ingin memberikan gagasan-gagasan yang mungkin berguna untuk pengembangan literasi dan penguatan minat baca di negeri ini. Ada beberapa langkah yang mungkin bisa diterapkan di negeri ini.

Menjadikan Negara Ramah Literasi Sebagai Benchmark

Dalam hidup, kita perlu memiliki benchmark atau patokan. Ada beberapa negara yang sangat layak dijadikan benchmark bangsa ini dalam membangun ekosistem literasi, khususnya karya sastra. Peringkat negara-negara terbanyak membaca buku sastra tentunya dapat berubah dari waktu ke waktu. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi, seperti tingkat pendidikan, budaya membaca, dan tingkat estetika dalam sebuah masyarakat. Dahulu, beberapa Negara Islam seperti Persia, Andalusia, bahkan Aceh, Melayu, dan Malaka, juga sangat mencitai karya sastra. Saat ini, mungkin telah tinggal kenangan saja, meski jejak-jejak literasi masih terlihat di budaya masyarakat.

Beberapa negara yang sering kali dianggap memiliki budaya membaca yang kuat dan tinggi minat terhadap sastra adalah Islandia, Norwegia, Swedia, Finlandia dan Perancis. Saya sebutkan 5 negara di sini bukan berarti secara peringkat mereka menduduki hirarki tertentu. Bisa jadi, ada negara-negara lain yang juga ramah dengan sastra, tetapi kelima negara ini, sudah mendapatkan pengakuan luas sebagai negara dengan budaya literasi yang sangat tinggi.

Kebijakan Pro Literasi

Ketika saya sekilas memperhatikan belanja negara, mayoritas masih digunakan untuk pembangunan fisik atau infrastruktur, sementara untuk pembiayaan hal-hal yang sifatnya non fisik ternyata masih minim. Mungkin, Indonesia memang sedang ingin memperbaiki berbagai fasilitas publik secara besar-besaran. Tetapi ingat, faktor terpenting dari kemajuan suatu bangsa adalah manusianya. Manusia unggul akan bisa mengalokasikan sumber daya secara efektif dan efesien.

Kebijakan Pro Literasi dimulai dari perencanaan program yang tepat sasaran, juga alokasi anggaran yang memadai. Satu trilyun rupiah, mungkin hanya bisa digunakan untuk membangun satu gedung, tetapi akan menghasilkan jutaan eksemplar buku.

Melibatkan Semua Unsur Masyarakat

Saat ini, komunitas-komunitas literasi banyak tumbuh di mana-mana, namun rata-rata tumbuh dengan pelan dan kurang massif, setidaknya dibandingkan dengan komunitas lainnya seperti fandom, fans bola dan sebagainya yang sangat gegap gempita. Maka, berbagai pihak terkait pun perlu saling berkolaborasi, baik Penerbit, Penulis, Komunitas Literasi dan terutama adalah Pemerintah.

Dimulai Dari Keluarga

Tradisi membaca, akan sangat efektif jika dimulai dari keluarga. Saya pribadi sangat berharap, keluarga-keluarga muda mulai berani memangkas tradisi lisan dan mengubah dengan tradisi baca-tulis dengan mencoba menerapkan di lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Perkenalkan anak dengan buku sedini mungkin, alokasikan anggaran yang cukup untuk buku dan jadikan hal tersebut sebagai salah satu prioritas. Buku kan mahal? Memang, tetapi saat ini, banyak kok buku original dijual murah saat obral buku dari para penerbit. Kita bisa memanfaatkan hal tersebut untuk menambah koleksi buku di rumah kita.

Itu beberapa urun rembug dari saya, bagaimana komentar Sobat Filmi?

Oleh: Yeni Mulati


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here