Kawan, tidak kah kalian punya hobi? Tentu saja Sebagian besar orang punya hobi. Termasuk aku. Ikebana, aku suka sekali merangkai bunga. Hobi lamaku itu terpaksa aku tinggalkan karena di sini tidak ada komunitas atau tempat kursus untuk merangkai bunga. Oiya, perkenalkan. Namaku Aiko Tatami Putri. Namaku memang berbau Negeri Sakura. Bukan tanpa alasan, lima tahun orangtuaku tinggal di sana dan aku terlahir di sana pula. Sampai usiaku sembilan tahun, kami tinggal di sana. Baru tiga bulan lalu, aku kembali ke tanah air karena masa tugas ayahku berakhir.
Dan…. Pada suatu sore, ayahku membawaku ke sebuah tempat yang begitu asing.
“Aiko, kenalkan ini teman ayah, Namanya Sensei Yuri.” Aku sedikit membungkuk. Reflek kebiasaaanku di Jepang masih begitu lekat. “Assalamu’alaikum.” Sapa wanita cantik itu dengan ramah. Kujawab salamnya dengan penuh tanda tanya. Tempat apakah ini? Setelah itu, aku baru tahu kalau ayah mendaftarkanku ke sebuah Dojo untuk belajar judo.
Sesampainya di rumah.
“Ayah, aku tidak mau ikut les judo. Aku maunya musik saja.”
Kening ayah mengkerut, Kepalanya dimiringkan dan kaca matanya sedikit melorot ke ujung hidungnya.
“Kenapa?” Hanya kata itu yang terlontar dari mulutnya.
“Aku kan perempuan ayah.”Rengekku sambil menggoyang-goyangkan lengannya. Ayah yang sedang mengetik, segera memutar badannya. Perhatian dari laptopnya beralih padaku. Kedua matanya menyelidik.
“Ayah gak takut aku dibanting? Terus patah tulang. Terus…”
“Aiko.” Ayah memotong
“Suatu saat kamu akan tahu kenapa ayah memintamu belajar judo. Semua untuk kebaikan kamu sayang.” Dibelainya kepalaku dan ditepuk pundakku. Aku hanya terdiam. Dan ayah sudah kembali asik dengan keyboard laptopnya.
Kalian tahu, betapa kerasnya olah raga itu. Aku harus melakukan pemanasan dengan berlari sebanyak 5 kali putaran di lapangan, dilanjutkan dengan naik turun undak-undakan, jalan jongkok, lompat tali, membantin-banting ban mobil, dan setelah itu baru naik ke tatami latihan inti. Total semuanya tidak kurang dari tiga jam. Dan aku harus melakukannya rutin tiga kali dalam seminggu. Melelahkan!
Aku ingin berontak tapi bagaimana? Aku tidak mungkin melawan ayah bunda. Yang bisa kulakukan hanya cemberut dan kadang merengek ke ayah bunda kalau sedang malas latihan.
“Nak, judo itu juga melatih kedisiplinan lho. Biar tubuh kamu sehat, tidak gampang sakit juga.” Nasihat Bunda suatu hari agar aku mau berangkat latihan. Aku hanya manatapnya kemudian mengangguk pasrah.
Tak terasa sudah hampir setahun aku belajar bela diri judo. Semua sensei sangat mendukungku. Aku jadi sedikit bersemangat walaupun dalam hati aku masih ingin belajar musik juga. Belajar piano atau biola pasti lebih menyenangkan. Tidak usah cape-cape latihan fisik. Hatiku belum sepenuhnya bisa menerima keputusan ayah mengikutkanku les judo.
“Aiko, kata ayah bulan depan kamu mau kenaikan sabuk ya?” Aku mengangguk.
“Tapi Aiko tidak janji bisa naik sabuk, Bun.” Aku menatap wajah bunda dengan suram.
“Kok begitu. Memangnya sulit naik ke Kyu 5?” Aku mengangkat bahuku karena aku merasa kurang maksimal dalam latihan. Beberapa teknik yang diajarkan sensei belum sempurna aku kuasai. Pernah suatu hari aku ditegur sensei karena aku latihan setengah-setengah dan kurang bersemangat.
“Kamu harus semangat ya. Buktikan walaupun kamu perempuan kamu bisa belajar bela diri itu.” Bunda menyemangatiku. Dalam hati aku kasian ke bunda kalau nantinya mengecewakan beliau.
Sekarang aku sabuk putih dan untuk bisa naik ke sabuk kuning (Kyu 5) aku harus bisa menguasai teknik dan teori tentang judo. Walaupun aku tidak begitu bersemangat tetapi aku mengikuti latihan dengan rutin. Melakukan semua teknik yang diajarkan oleh sensei juga mempelajari teorinya. Ternyata judo itu didiciptakan oleh Kano Jigoro, yang merupakan orang Jepang. Judo juga merupakan cabang bela diri pertama yang dikenal secara internasional dan seni bela diri Jepang pertama yang menjadi cabang olahraga resmi Olimpiade. Bangga juga aku bisa mempelajarinya.
Seminggu lagi ujian kenaikan sabuk tiba. Semua teman di Dojo JWG tempatku berlatih sangat bersemangat. Aku terlihat tidak begitu antusias dibanding teman-temanku. Yang kulakukan hanya memenuhi keinginan ayah bunda saja. Selepas maghrib, latihan judo sudah berakhir. Aku menunggu jemputan di depan dojo. Katanya hari ini ayah tidak bisa menjemputku. Kalau begitu bunda yang akan menjemput.
“Aiko, aku duluan ya.” Tedi dan Naura berpamitan padaku
“Iya, aku nunggu Bunda.” Dalam hati terbersit gelisah. Kenapa bunda lama ya?
Satu per satu temanku dijemput oleh ayah bundanya. Ada juga yang dijemput oleh saudaranya. Sampai hampir isya, belum ada tanda-tanda Bunda datang menjemput. Biasanya kalau terlambat menjemput, akan memberi kabar kepada sensei Yuri atau sensei Dito.
Sensei Yuri menemaniku sampai Bunda datang. Terlihat dari jauh motor bunda mendekat. Ada desir lega merayap di dada. Alhamdulillah, aku membatin.
Motor bunda mendekat tapi tiba-tiba ada dua orang laki-laki yang berboncengan menarik tas Bunda. Bunda terjatuh dari motor.
“Bundaaaaa….” Ak berteriak kemudian mengejar motor itu. Aku berlari sekuat tenaga, dan “Huppp”
Aku berhasil meraih tas bunda yang dibawa kabur oleh penjambret itu. Gas motor ditarik dan tanganku tak kubiarkan lepas dari tali tas Bunda. Motor penjambret kehilangan keseimbangan kemudian berbelok menabrak pohon besar di pinggir jalan. Dengan Gerakan uchi mata, kubanting penjambret yang ada di belakang dengan menyapu pahanya. Laki-laki itu pun mengaduh kesakitan. Kepalanya terbentur aspal dan dengan kata gatame aku mengunci tubuhnya yang sudah terbaring di atas aspal.
Dari kejauhan Sensei Yuri berteriak-teriak mengundang perhatian banyak orang.
Orang-orang berkerumun untuk melihat apa yang terjadi. Aku tidak menyangka bisa melumpuhkan lawan dengan mudah. Sensei Yuri memelukku erat, memastikan aku baik-baik saja.
“Aduh, kakiku.” Kulihat tungkaiku berlumur darah. Bundaku begitu khawatir dan menangis sesenggukan sambil memelukku. Ada rona lega di wajah bunda mengetahui aku baik-baik saja. Hanya tungkaiku yang berdarah karena terseret motor yang melaju dengan kencang.
Seminggu berlalu dari kejadian itu. Aku tak bisa mengikuti ujian kenaikan sabuk tapi tidak masalah. Bagiku, menyelamatkan bundaku lebih dari sekedar lulus kenaikan sabuk. Aku sekarang mencintai judo. Bela diri yang tadinya aku pikir tidak bermanfaat untukku sebagai anak perempuan. Ayah benar, aku baru tahu untuk apa aku diikutkan judo waktu itu.
Aku berjanji suatu hari nanti aku akan lebih serius untuk belajar judo bukan hanya untuk olah raga saja tetapi juga untuk melindungi diri dan orang-orang yang ada di sekelilingku. Kutatap judogi dan obi putih yang terlipat rapi di atas Kasur. Namaku Aiko Tatami Putri dan hobiku sekarang adalah olah raga judo.
Keterangan:
Sensei = pelatih judo
Dojo = tempat bermain judo
Judogi = baju yang dipakai atlet judo
Obi = sabuk judo
Tatami = matras untuk judo
Kyu 5 = tingkatan dalam judo (sabuk kuning untuk anak di bawah 16 tahun)
Uchi mata = Teknik melumpuhkan lawan dengan menyapu paha
Kata gatame = kuncian bahu adalah teknik kuncian yang dilakukan saat lawan dalam posisi di lantai.