Perasan Santan Ibu
Gulita masih merayap
Tangan Ibu sudah bergelut dengan parutan kelapa
Ia memeras
Dibersamai hati dan pikiran
yang mengandung duka
Beras, lauk, anak-anak, dan biaya sekolah
Berlarian di ruang tempurung
Mencipta wajah ibu, murung
Adzan Subuh menggema
Ibu beranjak
Menumpahkan keluh
Di sujud syahdu
“Insya Allah.”
Seutas senyum tumbuh
Di wajah ibu
Yang kembali
Memeras parutan kelapa
‘Tuk menebus
Entah beras, entah lauk
Entah biaya sekolah
“Sebuah usaha merayu kasih Allah.”
Ibu bergumam kepada harap
Yang duduk di sampingnya
Sejak ia kembali
Memeras parutan kelapa
Di gulita yang beranjak sirna
Candi, 02 Januari 2023
Bisik-Bisik Tetangga
Jauh sebelum dini hari.
Kasak-kusuk saling berebut telinga.
Mulut-mulut bersilang suara.
Dan kursi hanya bisa menutup telinga; sedikit memaki.
Mereka-mereka tak kunjung menyadari.
Setiap kecap bibir, lahir jelaga memenuhi ruang hati.
Lalu setan ngopi-ngopi, ketawa-ketiwi.
Misi berhasil, Bos! katanya
Perlahan, baju kebesaran mereka menghitam.
Namun, sebab lampu hati telah padam.
Tak lagi ada beda.
Yang warna putih yang pergi tak lagi bisa ditangisi.
Blimbing, 20/11/2020
(Terunggah di Buku Kumpulan Puisi ‘Penerjemah Angin’ di KBM App)